Kamis, 24 Februari 2011

KUTUNGGGU DI WARUNG KACANG HIJAU ITU.

by Heri Junaidi

Wen….

Masih ingatkan 10 tahun yang lalu di persimpangan sekolah kita. Disitu kita pernah bertemu pertama sekali, saat kita masa pengenalan sekolah siswa SMU. Saat itu kau dan aku begitu lugu, kita ingin berkenalan, itu terlihat dari sudut mata kita masing-masing kala itu, tapi malah aku dan kau berkenalan dengan orang-orang yang duduk disebelah kita. Aku mengolokmu di warung kacang hijau itu dengan permintaanmu hanya pengen bubur kacang hijau tanpa tambahan yang lain seperti aku dan teman yang lain dengan tambahan roti dan bubur ketan hitam. Aku akhirnya tahu, itulah ciri khasmu setiap makan di warung bubur kacang hijau itu…

Wen…

10 tahun aku mencoba memahami pertemuan demi pertemuan kita, dimata kita hanya memendam perasaan untuk saling memiliki, kita cuma bisa saling menggapai lewat hati kita masing-masing, sementara kita masing-masing menemukan orang-orang terdekat yang sejujurnya tidak menorehkan benih-benih kasih sayang kecuali setitik nafsu. Kita hany saling sapa tanpa mencoba untuk saling mendekati padahal kita sudah berada dalam satu bangku diwarung kacang bubur hujau itu.ketakutan dan ketakutan dalam menilai diri kita masing-masing karena merasa ada kelemahan, sehingga kata “cinta” selalu dipendam dengan olokan-olakan kita atas masing-masing menu kacang bubur hijau yang kita pesan. Aku tahu kamu mual dengan makanan pesananku yang khas dengan tambahan susu ekstra. Sementara aku geleng-geleng kepala setiap kamu memesan hanya bubur kacang hijau saja.

Wen…

Di warung bubur kacang hijau ini pula, aku menemukan sapu tanganmu yang tertinggal, namun hingga kini tidak pernah kukembalikan, selalu kusimpan di tasku…dan tahukah kamu sapu tangan itu selalu menemani proses perjuangan menaklukan ibukota ini. Aku juga tahu dari penjual bubur kacang hijau itu, bahwa jaket yang tertinggal itu kamu pegang, namun aku takut memintanya, sementara kamu tidak ada niat untuk mengembalikannya. Aku senang walau tidak dikembalikan, karena jaket itu kamu pegang bukan oleh orang lain yang tidak kukenal. Aku bahagia ketika kamu memakai jaketku ke mall saat tanpa sengaja aku melihatmu disana kala itu…



Wen…

10 tahun tepat diawal bulan Januari, kita pernah berjanji untuk bertemu diwarung kacang hijau itu dengan ucapan sederhana,” Wan, berjanjilah kita bertemu disini setelah 10 tahun dengan membawa masing-masing keberhasilan kita, untuk membuktikan bahwa memang diantara kita ada takdir untuk bersatu”, lucu setelah 3 tahun dan diakhir SMU, baru kita sama-sama mengerti bahwa sebenarnya mata kita menyuratkan perasaan “hati” bahwa kita saling memiliki. Dari diaerimu yang tampa sengaja kubaca kutemukan lirik-lirik bahasa yang kau simpan utuh, bahwa selama 3 tahun kau bertemu, berkumpul dan berhadapan dengan orang yang sebenarnya tidak kau cintai, sementara makhluk yang kau cintai ternyata (aku) dan tidak tahu bahwa sebenarnya kau seperti juga aku sama-sama ingin mencintai dan dicintai…ahhh, kalau saja kita tahu sejak dulu tentang hal ini.



Wen..

aku kini sudah dewasa, aku sudah bekerja, aku sudah bisa memberikan nilai untukmu, tapi kenapa kau tidak hadir di warung kacang hijau ini, mana janjimu, setiap hari sebelum kerja, atau setelah kerja aku tidak absen datang di warung ini. untuk melihatmu kalau-kalau kau datang lagi, semuanya rasanya sia-sia...jangankan senyum dan ciri khasmu dengan pesanan unikmu, sepoi bau khas winyak wangipun sudah hilang.. sampai aku mendapatkan surat dari seorang anak kecil yang sengaja menghampiri aku. aku segera membukanya, sampai lupa mengucapkan terima kasih kepada anak kecil itu.....



Wen...

tahukah kamu, aku ingin menjerit, berteriak, bahkan ingin rasanya menyalahkan Tuhan..ternyata selama ini kau juga melihatku ada disini, dalam suratmu kau malu menghampiriku, malu menyapaku, karena ternyata anak kecil yang memberikan surat itu adalah anakmu...kamu malu dengan janjimu sendiri, untuk datang lagi dan memberikan cinta seutuhnya untukku...Wen, kamu tega, aku membela-belaimu untuk menutup dengan orang-orang yang care dan perhatian sama aku selama 5 tahun, hanya untuk membuktikan janjiku. tapi kau menghianati dengan apa yang pernah kita toreh di warung kacang hijau ini....



Wen......

warung kacang hijau tempat kita pernah bertemu, tidak ada yang berubah, yang hanya berubah adalah keriput dan uban penjaganya, haruskah aku juga menunggu janjimu dan datang setiap saat sambil melihat, kalau kalau kau ada disini, alangkah mudahnya kalimat akhir suratmu kau tulis, "...Wan, maafkan Wen, Wen tidak bisa menempati janji untuk menyerahkan cintaku untukmu, cintaku telah kuserahkan kepada orang lain dan berbuah kasih seorang anak perempuan yang mengantar surat itu, aku bukan Wen yang kau kenal dulu, aku sekarang hanya seorang janda dalam pengembaraan menembus batas langit...carilah yang terbaik, jangan tunggu aku lagi, walau sebenarnya, cintaku padamu sudah tumbuh dengan melihat kesetianmu karena hampir sebulan aku dan anakku juga menghampiri warung kacang ijo itu dari jauh..."



Wen...

datanglah....datanglah dengan dirimu yang sekarang, karena bagaimapun Wen tetap seperti yang kukenal sejak 10 tahun lalu, Wen yang kukenal di warung kacang hijau ini, aku tetap menunggumu..



dilipatnya surat tersebut, ia serahkan kepada penjaga warung kacang hijau dengan pesan, "tolong berikan kepada perempuan yang minta kacang hijau tanpa tambahan lain, dengan membawa anak perempuan mungil nan cantik, katakan juga bahwa yang mengirim surat ini dalam sketsa buram seorang laki-laki...." seiring sepoi angin, dan rintik hujan, laki-laki bernama "Wan", berjalan gontai...sementara dikejauhan seorang perempuan muda dengan rambut terurai dengan anak perempuan itu melihatnya sambil berlinang air mata sambil terus berguman, "haruskah ia kukejar, kubersimpuh dan meminta maaf...." (Ciputat, November 2010, Warung Kacang Hijau samping BBS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar