Kamis, 24 Februari 2011

KUTUNGGGU DI WARUNG KACANG HIJAU ITU.

by Heri Junaidi

Wen….

Masih ingatkan 10 tahun yang lalu di persimpangan sekolah kita. Disitu kita pernah bertemu pertama sekali, saat kita masa pengenalan sekolah siswa SMU. Saat itu kau dan aku begitu lugu, kita ingin berkenalan, itu terlihat dari sudut mata kita masing-masing kala itu, tapi malah aku dan kau berkenalan dengan orang-orang yang duduk disebelah kita. Aku mengolokmu di warung kacang hijau itu dengan permintaanmu hanya pengen bubur kacang hijau tanpa tambahan yang lain seperti aku dan teman yang lain dengan tambahan roti dan bubur ketan hitam. Aku akhirnya tahu, itulah ciri khasmu setiap makan di warung bubur kacang hijau itu…

Wen…

10 tahun aku mencoba memahami pertemuan demi pertemuan kita, dimata kita hanya memendam perasaan untuk saling memiliki, kita cuma bisa saling menggapai lewat hati kita masing-masing, sementara kita masing-masing menemukan orang-orang terdekat yang sejujurnya tidak menorehkan benih-benih kasih sayang kecuali setitik nafsu. Kita hany saling sapa tanpa mencoba untuk saling mendekati padahal kita sudah berada dalam satu bangku diwarung kacang bubur hujau itu.ketakutan dan ketakutan dalam menilai diri kita masing-masing karena merasa ada kelemahan, sehingga kata “cinta” selalu dipendam dengan olokan-olakan kita atas masing-masing menu kacang bubur hijau yang kita pesan. Aku tahu kamu mual dengan makanan pesananku yang khas dengan tambahan susu ekstra. Sementara aku geleng-geleng kepala setiap kamu memesan hanya bubur kacang hijau saja.

Wen…

Di warung bubur kacang hijau ini pula, aku menemukan sapu tanganmu yang tertinggal, namun hingga kini tidak pernah kukembalikan, selalu kusimpan di tasku…dan tahukah kamu sapu tangan itu selalu menemani proses perjuangan menaklukan ibukota ini. Aku juga tahu dari penjual bubur kacang hijau itu, bahwa jaket yang tertinggal itu kamu pegang, namun aku takut memintanya, sementara kamu tidak ada niat untuk mengembalikannya. Aku senang walau tidak dikembalikan, karena jaket itu kamu pegang bukan oleh orang lain yang tidak kukenal. Aku bahagia ketika kamu memakai jaketku ke mall saat tanpa sengaja aku melihatmu disana kala itu…



Wen…

10 tahun tepat diawal bulan Januari, kita pernah berjanji untuk bertemu diwarung kacang hijau itu dengan ucapan sederhana,” Wan, berjanjilah kita bertemu disini setelah 10 tahun dengan membawa masing-masing keberhasilan kita, untuk membuktikan bahwa memang diantara kita ada takdir untuk bersatu”, lucu setelah 3 tahun dan diakhir SMU, baru kita sama-sama mengerti bahwa sebenarnya mata kita menyuratkan perasaan “hati” bahwa kita saling memiliki. Dari diaerimu yang tampa sengaja kubaca kutemukan lirik-lirik bahasa yang kau simpan utuh, bahwa selama 3 tahun kau bertemu, berkumpul dan berhadapan dengan orang yang sebenarnya tidak kau cintai, sementara makhluk yang kau cintai ternyata (aku) dan tidak tahu bahwa sebenarnya kau seperti juga aku sama-sama ingin mencintai dan dicintai…ahhh, kalau saja kita tahu sejak dulu tentang hal ini.



Wen..

aku kini sudah dewasa, aku sudah bekerja, aku sudah bisa memberikan nilai untukmu, tapi kenapa kau tidak hadir di warung kacang hijau ini, mana janjimu, setiap hari sebelum kerja, atau setelah kerja aku tidak absen datang di warung ini. untuk melihatmu kalau-kalau kau datang lagi, semuanya rasanya sia-sia...jangankan senyum dan ciri khasmu dengan pesanan unikmu, sepoi bau khas winyak wangipun sudah hilang.. sampai aku mendapatkan surat dari seorang anak kecil yang sengaja menghampiri aku. aku segera membukanya, sampai lupa mengucapkan terima kasih kepada anak kecil itu.....



Wen...

tahukah kamu, aku ingin menjerit, berteriak, bahkan ingin rasanya menyalahkan Tuhan..ternyata selama ini kau juga melihatku ada disini, dalam suratmu kau malu menghampiriku, malu menyapaku, karena ternyata anak kecil yang memberikan surat itu adalah anakmu...kamu malu dengan janjimu sendiri, untuk datang lagi dan memberikan cinta seutuhnya untukku...Wen, kamu tega, aku membela-belaimu untuk menutup dengan orang-orang yang care dan perhatian sama aku selama 5 tahun, hanya untuk membuktikan janjiku. tapi kau menghianati dengan apa yang pernah kita toreh di warung kacang hijau ini....



Wen......

warung kacang hijau tempat kita pernah bertemu, tidak ada yang berubah, yang hanya berubah adalah keriput dan uban penjaganya, haruskah aku juga menunggu janjimu dan datang setiap saat sambil melihat, kalau kalau kau ada disini, alangkah mudahnya kalimat akhir suratmu kau tulis, "...Wan, maafkan Wen, Wen tidak bisa menempati janji untuk menyerahkan cintaku untukmu, cintaku telah kuserahkan kepada orang lain dan berbuah kasih seorang anak perempuan yang mengantar surat itu, aku bukan Wen yang kau kenal dulu, aku sekarang hanya seorang janda dalam pengembaraan menembus batas langit...carilah yang terbaik, jangan tunggu aku lagi, walau sebenarnya, cintaku padamu sudah tumbuh dengan melihat kesetianmu karena hampir sebulan aku dan anakku juga menghampiri warung kacang ijo itu dari jauh..."



Wen...

datanglah....datanglah dengan dirimu yang sekarang, karena bagaimapun Wen tetap seperti yang kukenal sejak 10 tahun lalu, Wen yang kukenal di warung kacang hijau ini, aku tetap menunggumu..



dilipatnya surat tersebut, ia serahkan kepada penjaga warung kacang hijau dengan pesan, "tolong berikan kepada perempuan yang minta kacang hijau tanpa tambahan lain, dengan membawa anak perempuan mungil nan cantik, katakan juga bahwa yang mengirim surat ini dalam sketsa buram seorang laki-laki...." seiring sepoi angin, dan rintik hujan, laki-laki bernama "Wan", berjalan gontai...sementara dikejauhan seorang perempuan muda dengan rambut terurai dengan anak perempuan itu melihatnya sambil berlinang air mata sambil terus berguman, "haruskah ia kukejar, kubersimpuh dan meminta maaf...." (Ciputat, November 2010, Warung Kacang Hijau samping BBS)

BELAJAR DARI KETAWADU’AN SEORANG PROFESOR

by Heri Junaidi

Sore ini udara cerah di ciputat, aku santai dan duduk diberanda sambil menghirup kopi dan gorengan, tiba-tiba datang orang tua yang bersahaja, menghampiri dan bertanya dengan sangat sopan,”maaf dik, saya kebetulan lewat sini, boleh saya duduk bersama adik disini?”, dengan senang hati saya dan teman mempersilahkan dia duduk. Lama bercerita ternyata dia baru di Ciputat, berjalan-jalan dikampus UIN dan lupa menuju penginapan di Syahida INN. Aku menjelaskan arahnya, si bapak tua menggangguk. Ia tidak tertarik dengan jalur yang kusampaikan, ia malah tertarik dengan lembaran kertas teman yang sedang mengolah data disertasi. Ia bertanya lembut, dan dijawab teman dengan gaya sedikit angkuh, menunjukkan betapa hebatnya kerangka berpikir yang sudah dibangunnya. Segla argumentasi disampaikan, dan temanku bahkan saya sendiri yakin bapak sederhana pasti tidak mengerti apa yang dibicarakan. Ia begitu khusu’ mendengarkan, mencoba memahami pola pembicaraan dan pemikiran temanku yang begitu bergaya menyampaikan. Tidak lama, si bapak tua memberikan argumentasi yang sederhana, namun temanku “yang angkuh” dengan berbagai metode disampaikan dan bahkan saya sendiri terkagum heran. Ia memberikan coretan sederhana dan memberikan usulan dengan tambahan informasi yang benar-benar tidak terpikirkan oleh kami semua.

Luar biasa, bapak yang sederhana, santun dan terlihat tidak memiliki apa-apa, ternyata mampu mematahkan argumentasi teman dengan sedikit coretan. Kami semua terdiam, dan mendengar informasi dari mulutnya yang begitu tenang hingga datang seseorang yang menjemput, dan langsung menyalami dan menyebut Prof…..!. weleh..kami terkesiap, teryata dihadapan kami adalah seorang guru besar dengan segudang tulisan dan beberapa bukunya menjadi rujukan disertasiku. Yang menjadi aku semakin kagum dengan kebersahajaan, kesederhanaan, dan pengayomoan kepada kami semua dengan arif, tanpa sedikitpun mencela, menghina atau mencemoohkan. Kami semua tidak bisa berkata lagi hingga bapak itu mengulurkan tangan dan mengucapkan terima kasih sudah membeerikan tempat berteduh rehat sejenak dan minum kopi khas anak kost an…sure, sampai bapak itu pergi, aku tidak bisa bangkit terperangah…..

Aku kembali jadi teringat peristiwa yang hingga kini masih membekas. Saat masuk kerumah sederhana, dan kulihat seorang tua dengan pakaian amat sederhana sedang merumput halaman (saya yakin itu adala tukang kebun). Saya bertanya,” maaf pak, saya ingin bertemu dengan pemilik rumah bernama bapak Prof. Dr……”, pak tua itu membungkuk hormat, dan bertanya kepeerluan apan. Aku menjawab seadanya,” ingin ngontrak dirumah sini”. Bapak tua itu mempeersilahkan untuk duduk diberanda dengan sopan, dan dia kemudian masuk kerumah (aku yakin, memberitahu pemilik rumah bapak Prof, Dr…). tidak lama pintu ruang depan terbuka, “subhanallah…bukan main terkejutnya saya, bapak yang kukira tukang kebun itu, adalah Prof. Dr ….yang kucari. lain hari aku juga menemukan Prof yang begitu enak diajak berkomunkasi, menganyomi, memberikan spirit dan tidak segan mengajak kami makan, sebab mereka tahu kami anak kost yang memerlukan penambahan stamina...tapi intinya adalah perhatiaan dengan kalangan bawah itu menjadi kredit point bagi aku yang biasa cerodean dalam diam, dalam lisan maupun dalam tulisan.

Dua kejadian ini aku semakin mendapatkan pengetahuan yang tidak akan bakal ditemukan dalam sejarah belajar di kelas. Dua orang guru besar dengan segudang ilmu dan pengetahuan mengajarkan aku implemtasi ‘ilmu Padi’. Belajar untuk pintar, demikian salah satu kalimat yang kukutip. Pintar memaknai hidup, pintar bersosilisasi dan tahu menempatkan diri, tidak malu untuk bersama dengan masyarakat bawah, dan tidak juga minder pada masyarakat sederajat. Rasanya aku jadi merasa ada yang salah ketika mendengar dialog temanku yang diantaranya menyebutkan”…..buat apa cepet-cepet selesai Doktor, atau magester, tokh di kampus kita sudah bagi-bagi kekuasaan…”. Betapa mirisnya menghabiskan waktu, umur dan dana hanya untuk kuliah untuk mendapatkan jabatan atau jati diri. Aku juga ingat pesan Prof,….yang memberikan amanat, apa makna disekitar kampus kita diberi bangku-bangku, tidak lain untuk memberikan kesempatan semua dosen (S1, S2, S3, bahkan guru besar) untuk duduk disana disaat senggang, berdiskusi dengan mahasiswa tanpa ada skat kecuali kemampuan ilmu dan pengetahuan, memberikan motivasi dan bimbingan. Mulia sekali apa yang dicita-citakan, namun kini bangku-bangku itu sudah menjadi ajang komunikasi cinta dan ajang ngrumpi, kongkow kongko, hanya sedikit mahasiswa memakai bangku itu untuk belajar….., sementara dosen sungkan atau mungkin “malu” duduk disana takut merasa hilang wibawa sebagai seorang dosen(“?”)

Kemarin dan hari ini aku belajar dari guru besar yang arif, tawadhu dengan ilmunya dan kemurahan hati untuk memberikan ilmu yang dimiliki, sekaligus menerima masukan dari ‘mahasiswa’nya tanpa ada rasa malu, dan tersaingi. Tidak sungkan duduk bersama mahasiswanya, tidak takut dicemooh…

(terima kasih prof, ilmu terapan itu akan selalu kuimplemtasikan dalam kehidupan akademikku…)

SKETSA “NO” ADALAH JAWABAN

by Heri Junaidi

Herman termangu di salah satu sudut tempat duduk di jalan Avenue des Champs-Elysées, taman abad ke-17 yang kemudian dijuluki la plus belle avenue du monde ("jalan terindah di dunia") di Paris. ada getar dan rasa yang tidak bisa ia bayangkan disaat membaca sms dari Riyani, adik kelasnya di Leipzig University of Germany di lokasi Bundesland Sachsen di Jerman. Terasa bayang-bayang pertemuan demi pertemuan hinggap dimatanya. Herman dan Riayani dua diantara ribuan mahasiswa magester dan PhD dari Indonesia yang belajar di negara Jerman, Pertemuan berawal dari satu apartemen mahasiswa, bertemu, berdiskusi sederhana hingga membahas kajian-kajian sosiologi kawasan baik di apartemen masing-masing maupun duduk bersama di bantaran sungai Pleiße, Weiße Elster dan Parthe. Tidak ada yang istimewa didiri Riyani, gadis kebanyakan yang merantau dinegara lain untuk mendapatkan ilmu dan gelar, “lumayan buat meningkatkan status dan prestise”, demikian sering ia sampaikan saat mereka sedang bercanda habis belajar bersama. Bagi Herman, Riyani adalah gadis luar biasa, memiliki semangat, komunikasi dan kemandirian dibalik kemanjaannya. Pola komunikasi aktif yang tidak dimiliki Herman, menjadikan Riyani gadis yang bisa menutupi sedikit kekurangan di negara bekas jajahan Nazi ini.

Herman tahu, Riyani memiliki sisi kehidupan lain, ia sudah mempunyai kekasih, yang pasti mencintainya dan dicintainnya, Herman juga menyadari bahwa ia juga memiliki orang-orang yang mencintai dan mengasihinya. Namun Herman sadar, mereka-mereka tidak bisa hidup dalam dirinya yang bergelimang dengan buku dan tutur ilmiah yang harus dicerna dengan lipatan kening yang dikerutkan. Ia mencoba membangun sisi lain untuk bisa menemukan tempat untuk berkomunikasi yang bisa saling memahami kesulitan studi, bisa berdialog tanpa harus ada skat,”aku membutuhkan kekasih akademik” demikian ia pernah sampaikan kepada sahabatnya Edward, yang kuketahui memiliki teman, dan kekasih akademik untuk menguatkan eksistensinya di rantau ini. Herman juga tahu, Edward dan Serma, keduanya masing masing memiliki kekasih di negaranya masing-masing, atau Meilani sohib mandarin yang kenal dengan Semail, seorang mahasiswa dari negara Yordania, mereka semua patner sekalgus kekasih dalam belajar. “so, tentukanlah, tanyakan, kalau kau hanya menyimpannya didalam hati, who knows?” demikian dia berkomentar.

Ah, Riyani” gumannya, “aku ingin menyampaikan apa yang menjadi keinginanku ini kepadanya, tapi bagaimana? aku bukanlah Ws Rendra, atau Leonowens yang menulis salah satu bukunya sastra Both Side In Wisdom dengan kalimat“Niat baik tidaklah cukup untuk melahirkan suatu antusiasme kebaikan; jika tidak diiringi dengan konsekuensi pemikiran yang teratur, baik, dan benar.” Demikian Herman mencoba menilai kekurangannya. “well, aku ada laptop, akan kutiliskan sebuah keinginanku dalam catatan yang bisa dibaca”?. Bersama sepoi angin dibawah pohon pohon linden di samping apartemennya, Herman kemudian menulis keinginannya untuk menjadikan Riyani, bukan sekedar teman seperti dengan yang lainnya, atau persaudaraan “kakak-adik” sebab dia sudah memiliki itu semua, ia menginginkan Riyani, teman satu apartemen, satu kuliah di Leipzig ini sebagai kekasih untuk menguatkan perjalanan kuliahnya. Sebagai kekasih yang saling mengerti, saling memahami dan saling mendukung semua usaha dan kreatifitas belajar di rantau ini. Hilir mudik mahasiswa lain menyertai semua tulisannya.

Libur kuliah sebentar lagi, Herman mendapatkan kabar Riyani akan pergi ke Gunung Puji di Jepang, untuk menemui papanya yang sedang seminar sekaligus ingin melihat keindahan bunga sakura dan gunung puji yang mulai menebar lava. Herman galau, karena Riyani akan pergi, namun dia tahu semua tidak bisa dihalangi. Hermanpun berpikir untuk pergi berjalan melihat Eifel Tower di Prancis. Saat berpisah, surat yang dibuatnya dengan hati yang paling dalam ia serahkan didalam tasnya dan dimintanya Riyani membaca dengan “hati” bukan sekedar lisan orang-orang yang pandai membaca saat perjalannya nanti. Mereka berdua berpisah di gerbang apartemen untuk menuju masing-masing tujuan. Herman masih sempat berguman dan berdoa,” maafkan aku Riyani, aku tidak bisa mengantarmu, karena aku tahu kamu sudah memiliki janji untuk bersama “temanmu” yang kamu pilih sendiri, semoga kau selamat…”

Kini ia tertegun, jawaban Riyani telah ia dapatkan dengan kata “No”, bukan “tidak bang, maafkan Riyani” dalam bahasa Indonesia, karena tahu bagaimanapun Riyani adalah orang Indonesia, sama seperti dia. Herman kecewa, sebab ungkapan “no” yang menyiratkan dua kata yang sangat asing, asing karena jawaban ditulis dari orang yang bisa berbahasa ibu, jawaban yang ditulis Riyani, gadis yang ia sayangi dan dihormatinya tanpa menyimpan makna apapun karena suratnya tidak dibaca dengan hati, lebih-lebih Riyani dengan santai menulis sms, “carilah gadis lain yang lebih memahami abang, dan mau berjuang dengan abang”. Herman tertegun," Riyani, apa sebenarnya yang kamu pahami dengan kekasih itu, apakah pikiranmu cuma tahu bahwa kekasih identik dengan nafsu sesaat, pernahkah kamu membayangkan kekasih adalah orang terdekat yang hanya memperhatikan satu orang saja, saling mengerti, saling memahami, saling berdialog dengan tullus, ikhlas dan bukan kamuplase seperti layaknya teman atau saudara kebanyakan, saat sakit maupun suka, kekasih pertama yang harus tahu yang akan bergembira memeluk pertama atau yang mengurusmu. ah. Riyani, kenapa kamu menganggap dirimu masih kecil, sadarkah bahwa dirimu sudah dewasa dengan tempaan penglaman demi pengalaman di negara lain, dan inilah yang menyebabkan aku tertarik padamu?"

Herman menerawang, “Tidak, aku tidak boleh larut dengan realitas ini, aku harus segera bangkit, mungkin ia benar, apalah artinya aku yang jelek, miskin dalam perantauan, tidak punya apa-apa, Cuma pintar nulis dan tidak pandai berkomunikasi apalagi merayu, dibandingkan dengan teman-temannya yang tanpam, memanjakannya dan memiliki segalanya, mungkin ia juga benar untuk mencari gadis yang benar-benar bisa memperhatikan dengan tulus, memahami keresahannya, dan mau saling membantu dalam sedikit waktu di rantau ini”.

Herman tersenyum, ia bangkit dari kursi, ia harus segera ke kampus universitas Jussieu, Quartier Latin di Perancis untuk mencari data-data disertasi yang akan segera dibawanya pulang ke apartemennya di Jerman. Dalam tulisan kertas kopelan Herman menulis,”terima kasih Riyani, semoga kau bahagia dan mendapatkan kekasih dan patner belajar yang sesuai dengan kreteriamu, sebagaimana aku akan pulang dengan sikap dan prilaku yang baru, lebih tekun, akan kutemukan gadis yang engkau inginkan yang bisa menjadi kekasih dan patner belajarku yang mungkin tinggal sesaat lagi ini , karena aku tdak ingin ketinggalan kereta.

Selasa, 22 Februari 2011

HUMANIS (?)

Malam ini entah mengapa ketika ingin menemukan teori efisiensi humanis spritualis dalam disertasiku, kudengar salah satu lagu Jhon Lenon berjudul imagine yang kustel lewat kekasihku “laptop” . ada ketertarikan ketika memaknai bait lagu tersebut



Bayangkan tiada surga

Mudah jika kau coba, Tiada neraka di bawah kita

Di atas kita hanya angkasa

Bayangkan semua manusia

Hidup untuk hari ini saja...

Bayangkan tiada negara

Tak sukar untuk dilakukan

Tak perlu membunuh atau terbunuh

Dan juga tiada agama…

Mungkin kau sebut aku pemimpi

Tetapi aku bukan satu-satunya

Kuharap suatu hari kau bergabung dengan kami
Dan dunia akan menjadi satu

Sebuah dokrin humanisme lewat lagu yang menyiratkan bahwa kaum humanis tetap memercayai bahwa teisme tradisional adalah keimanan yang tak terbukti dan sudah ketinggalan zaman, khususnya keimanan akan Tuhan yang mendengarkan doa, yang dianggap hidup dan memerhatikan manusia, mendengar dan memahami, serta sanggup mengabulkan doa-doa mereka…. Kami percaya… bahwa agama-agama otoriter atau dogmatik yang tradisional, yang menempatkan wahyu, Tuhan, ritus, atau kredo di atas kebutuhan dan pengalaman manusia merugikan spesies manusia…. Sebagai orang yang tidak bertuhan, mengawali dengan manusia bukannya Tuhan, alam bukannya ketuhanan. humanisme telah memalingkan wajahnya dari Pencipta umat manusia dan menerima manusia sebagai “bentuk tertinggi dari keberadaan di alam semesta”. Salah satu humanis paling terkenal dari abad keempat belas adalah Pico Della Mirandola. Karyanya yang berjudul Conclusiones philosophicae, cablisticae, et theologicae menyimpulkan manusia sebagai “bentuk tertinggi dari keberadaan di alam semesta dan memalingkan Tuhan sebagai pencipta yang kemudian celakanya diikuti oleh masyarakat mengaku “beragama” tidak terkecuali di Indonesia.

Dogma inikah yang menjadikan kemunitas yang berlari dari nilai-nilai agama, menjadikan agama sebagai sebuah doktrin yang tidak diperlukan didunia modern. Islam membangun sebuah bagan dasar bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. Tidak diragukan lagi bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Apakah yang telah diturunkan Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Dongeng-dongengan orang-orang dahulu. (QS. An-Nahl, 16: 22-24). Akibat itu kemudian muncul pertanyaan Apakah manusia itu? Dari mana ia datang dan ke mana ia menuju?... Bagaimana seseorang hidup? Bagaimana ia seharusnya hidup? Agama-agama mencoba menjawab aneka pertanyaan ini dengan bantuan prinsip-prinsip moral yang mereka pegang. Namun mereka menghubungkan prinsip-prinsipnya dengan konsep metafisis seperti Tuhan, surga, neraka, ibadah. Dan manusia harus menemukan prinsip-prinsip hidupnya tanpa melibatkan masalah-masalah metafisis, yang harus mereka percayai tanpa pemahaman.

Well, Klaim-klaim pada kutipan di atas sangat menyesatkan dan perlu dikaji dengan mendalam. Sebab menurut saya, tanpa disiplin moral agama tidak akan ada rasa pengorbanan pada masyarakat. Dan, di mana hal ini tampaknya terwujud, hubungan lebih bersifat permukaan. Mereka yang tidak memiliki rasa moralitas agama tidak takut ataupun menghormati Tuhan, dan di mana tidak hadir rasa takut akan Tuhan, manusia hanya memedulikan tujuan-tujuan mereka sendiri. Tatkala manusia merasa kepentingan pribadinya terancam, mereka tidak dapat menunjukkan cinta sejati, kesetiaan, ataupun kasih sayang. Mereka menunjukkan cinta dan rasa hormat hanya terhadap siapa yang membawa keuntungan bagi diri mereka. Hal ini karena, menurut pemahaman mereka yang keliru, mereka hanya ada di dunia satu kali, dan karenanya, akan mengambil sebanyak-banyaknya. Lagi pula, menurut keyakinan keliru ini, tidak ada balasan bagi kecurangan maupun kejahatan yang mereka lakukan di dunia. Padahal moralitas hanya terbina di masyarakat berdisiplin agama. Pada landasan moralitas tiada arogansi dan egoisme, dan satu-satunya yang dapat mewujudkan keadaan ini adalah mereka yang menyadari tanggung jawab mereka terhadap Tuhan. Di dalam Al Quran, setelah Allah menceritakan tentang pengorbanan diri orang beriman, Dia memerintahkan, “...Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. Al Hasyr, 59: 9). Inilah landasan sejati bagi moralitas.

So, bagaimana kita menilai sekeliling kita? Sering kita berasumsi bahwa “dasar pengemis, dikasih, besok datang lagi…udah deh, lebih baik ndak usah dikasih”. Atau sering kita merasa tanpa sadar menilai seseorang dari pakaiannya. Berapa banyak kita tertipu dengan pakaian dan kendaraan yang dipakai seseorang, sementara kita lupa bahwa bisa saja ada penipuan didalamnya. Atau yang paling sering aktifitas pendewaan terhadap seseorang atau kelompok tertentu yang berlebihan, atau istilah sering disebut “fans berat” yang melupakan bahwa dia juga manusia dengan kelemahan. alaulah pernah membaca "Lennon in America", karya Geoffrey Giuliano, maka kita akan mendapati komentar Lennon tentang makna lagu ini. "lagu ini adalah sebuah lagu anti agama, anti nasionalistis, anti konvensional, anti kapitalistis, tetapi... karena kata-katanya diperhalus, lagu ini dapat diterima." ............Mungkin itulah 'kesederhanaan" seorang Lennon, darah seniman yang mengalir lancar dipembuluh-pembuluh syarafnya membuahkan sebuah kejujuran. Jujur untuk menyampaikan sebuah pesan, pesan untuk sebuah pemikiran besar yang menghujat keyakinan, prinsip hidup, yang melilit peradaban manusia selama berabad abad. Masyarakat dunia menjadi sangat nyaman untuk menerima bait-bait hujatan selama umurnya, sepertihalnya ketika bait-bait lagu itu meresap lembut menyentuh syaraf pendengaran pak heri.

Kalaulah pula boleh menduga-duga, "asbabul wurut" syair lagu ini adalah sebuah bentuk kritik dari seorang seniman, yang merasa sangat tidak nyaman kengan konplik berkepanjangan muka bumi. Kerinduan akan sebuah hidup nyaman, damai, teratur dan seterusnya bermuara pada sebuah perenunganmendalam. Sangatlah beruntung garis tangan Lennon sebagai seorang seniman, Sehingga apa yang dihasilkan adalah sebuah keindahan. Konsep-konsep tentang "pemberontakan terhadap negara, agama dan nilai-nilai keyakinan jutaan manusia" dikemas dengan halus dan mesra, menjadi sangat enak dinikmati, sampai-sampai dia tetap terpelihara rapi dalam file-file koleksi musik saat ini. Bayangkan seandainya garis tangan lennon bukanlah seorang seniman, katakanlah kalau ia adalah seorang penguasa, akan jadi apa. Katakan saja lennon bergaris tangan sebagai seorang presiden layaknnya SBY atau Obama....tentu akan sangat lain, syair syairnya akan menjelma menjadi perintah penyegelan, pelarangan, penangkapan mungkin juga akan meledak sebagai sebuah letusan dan dentuman senjata....

Kalaulah,...(maaf la tigo kali membuka paragraf dengan "kalaulah", caknyo banyak tepengaruh dari dua novel yang barusan tuntas yang kebetulan gunokan katokalaulah) ada kegelisahan dalam memaknai Tuhan dan kehidupan itu adalah sebuah kewajaran. Terus terang belakangan aku merasakan bahwa kemuliaan dari ajaran Tuhan dalam ajaran dan doktrin agama yang aku yakini belum sepenuhnya dapat aku wujudkan. Apa yang diistilahkan oleh para pakar dengan membumikan, mengimplementasikan, dan seterusnya memang masih berada dalam tahap kegelisahan yang belum bisa diwujudkan. Singkatnya Tuhan yang Aku agungkan dalam ibadah masih sangat sering aku kecilkan dalam kehidupan. Dalam bahsa ceramah Tuhan masih sering sengaja dilupakan, ditinggalkan. Zikir yang membuihkan mulut sangat sering tidak berbekas, ... Karenanya aku sepakat kalau kita diajak untuk sama belajar, termasuk dengan acara-acara di TV,..So, bagaimana kita bersikap, belajarlah implemntasi dari program salah satu televisi,”tolong”…

BELAJAR DARI KETAWADU’AN SEORANG PROFESOR

Oleh: Heri Junaidi


Sore ini udara cerah di ciputat, aku santai dan duduk diberanda sambil menghirup kopi dan gorengan, tiba-tiba datang orang tua yang bersahaja, menghampiri dan bertanya dengan sangat sopan,”maaf dik, saya kebetulan lewat sini, boleh saya duduk bersama adik disini?”, dengan senang hati saya dan teman mempersilahkan dia duduk. Lama bercerita ternyata dia baru di Ciputat, berjalan-jalan dikampus UIN dan lupa menuju penginapan di Syahida INN. Aku menjelaskan arahnya, si bapak tua menggangguk. Ia tidak tertarik dengan jalur yang kusampaikan, ia malah tertarik dengan lembaran kertas teman yang sedang mengolah data disertasi. Ia bertanya lembut, dan dijawab teman dengan gaya sedikit angkuh, menunjukkan betapa hebatnya kerangka berpikir yang sudah dibangunnya. Segla argumentasi disampaikan, dan temanku bahkan saya sendiri yakin bapak sederhana pasti tidak mengerti apa yang dibicarakan. Ia begitu khusu’ mendengarkan, mencoba memahami pola pembicaraan dan pemikiran temanku yang begitu bergaya menyampaikan. Tidak lama, si bapak tua memberikan argumentasi yang sederhana, namun temanku “yang angkuh” dengan berbagai metode disampaikan dan bahkan saya sendiri terkagum heran. Ia memberikan coretan sederhana dan memberikan usulan dengan tambahan informasi yang benar-benar tidak terpikirkan oleh kami semua.

Luar biasa, bapak yang sederhana, santun dan terlihat tidak memiliki apa-apa, ternyata mampu mematahkan argumentasi teman dengan sedikit coretan. Kami semua terdiam, dan mendengar informasi dari mulutnya yang begitu tenang hingga datang seseorang yang menjemput, dan langsung menyalami dan menyebut Prof…..!. weleh..kami terkesiap, teryata dihadapan kami adalah seorang guru besar dengan segudang tulisan dan beberapa bukunya menjadi rujukan disertasiku. Yang menjadi aku semakin kagum dengan kebersahajaan, kesederhanaan, dan pengayomoan kepada kami semua dengan arif, tanpa sedikitpun mencela, menghina atau mencemoohkan. Kami semua tidak bisa berkata lagi hingga bapak itu mengulurkan tangan dan mengucapkan terima kasih sudah membeerikan tempat berteduh rehat sejenak dan minum kopi khas anak kost an…sure, sampai bapak itu pergi, aku tidak bisa bangkit terperangah…..

Aku kembali jadi teringat peristiwa yang hingga kini masih membekas. Saat masuk kerumah sederhana, dan kulihat seorang tua dengan pakaian amat sederhana sedang merumput halaman (saya yakin itu adala tukang kebun). Saya bertanya,” maaf pak, saya ingin bertemu dengan pemilik rumah bernama bapak Prof. Dr……”, pak tua itu membungkuk hormat, dan bertanya kepeerluan apan. Aku menjawab seadanya,” ingin ngontrak dirumah sini”. Bapak tua itu mempeersilahkan untuk duduk diberanda dengan sopan, dan dia kemudian masuk kerumah (aku yakin, memberitahu pemilik rumah bapak Prof, Dr…). tidak lama pintu ruang depan terbuka, “subhanallah…bukan main terkejutnya saya, bapak yang kukira tukang kebun itu, adalah Prof. Dr ….yang kucari. lain hari aku juga menemukan Prof yang begitu enak diajak berkomunkasi, menganyomi, memberikan spirit dan tidak segan mengajak kami makan, sebab mereka tahu kami anak kost yang memerlukan penambahan stamina...tapi intinya adalah perhatiaan dengan kalangan bawah itu menjadi kredit point bagi aku yang biasa cerodean dalam diam, dalam lisan maupun dalam tulisan.

Dua kejadian ini aku semakin mendapatkan pengetahuan yang tidak akan bakal ditemukan dalam sejarah belajar di kelas. Dua orang guru besar dengan segudang ilmu dan pengetahuan mengajarkan aku implemtasi ‘ilmu Padi’. Belajar untuk pintar, demikian salah satu kalimat yang kukutip. Pintar memaknai hidup, pintar bersosilisasi dan tahu menempatkan diri, tidak malu untuk bersama dengan masyarakat bawah, dan tidak juga minder pada masyarakat sederajat. Rasanya aku jadi merasa ada yang salah ketika mendengar dialog temanku yang diantaranya menyebutkan”…..buat apa cepet-cepet selesai Doktor, atau magester, tokh di kampus kita sudah bagi-bagi kekuasaan…”. Betapa mirisnya menghabiskan waktu, umur dan dana hanya untuk kuliah untuk mendapatkan jabatan atau jati diri. Aku juga ingat pesan Prof,….yang memberikan amanat, apa makna disekitar kampus kita diberi bangku-bangku, tidak lain untuk memberikan kesempatan semua dosen (S1, S2, S3, bahkan guru besar) untuk duduk disana disaat senggang, berdiskusi dengan mahasiswa tanpa ada skat kecuali kemampuan ilmu dan pengetahuan, memberikan motivasi dan bimbingan. Mulia sekali apa yang dicita-citakan, namun kini bangku-bangku itu sudah menjadi ajang komunikasi cinta dan ajang ngrumpi, kongkow kongko, hanya sedikit mahasiswa memakai bangku itu untuk belajar….., sementara dosen sungkan atau mungkin “malu” duduk disana takut merasa hilang wibawa sebagai seorang dosen(“?”)

Kemarin dan hari ini aku belajar dari guru besar yang arif, tawadhu dengan ilmunya dan kemurahan hati untuk memberikan ilmu yang dimiliki, sekaligus menerima masukan dari ‘mahasiswa’nya tanpa ada rasa malu, dan tersaingi. Tidak sungkan duduk bersama mahasiswanya, tidak takut dicemooh…

(terima kasih prof, ilmu terapan itu akan selalu kuimplemtasikan dalam kehidupan akademikku…)

MENGAPA TAKUT MENUNTUT ILMU...

Heri Junaidi

well....
Berapa banyak orang yang ketika akan melangkah kuliah jauh dari rumah memunculkan kemudian asumsi dan ketakutan:

1. Takut pacar lari meninggalkan dirinya.....

2. Takut anak-anak sakit kalau jauh darinya.....

3. Takut gimana nanti hidup di rantau....

4. Takut kehabisan dana sehingga sulit berjuang.....

5. Takut kalau nanti sulit beradaptasi.....

6. Takut kalau orang tua khawatir..

7. Takut kalau nanti tidak selamat di jalan

Serta ratusan ketakutan lain yang akhirnya menciutkan semangat untuk menuntut ilmu di rantau. Anehnya, banyak juga yang kemudian berpikir, "aku sih mau saja untuk pergi, cuma....... dia sih enak banyak relasi"; "wajar sih dia berhasil, sebab diakan orang kaya dan banyak jaringan..."



Sahabat

Satu sisi ketakutan itu benar adanya, namun kemudian bukan menjadi alasan untuk mau berkembang dan menuntut ilmu di rantau. Belajar dimana saja selalu ada problem, dekat maupun jauh dirantau. persoalannya adalah bagaimana memanage motivasi untuk eksis untuk belajar. Saya adalah salah satunya yang memiliki asumsi dan ketakutan itu. namun ketika mulai melangkah, Subhanaallah, selalu saja ada solusi min haisu laa yahtasib. Saya pernah merasakan makan nasi plus air dan garam saja, namun kesabaran itu membuahkan jalan untuk mendapatkan materi yang menambah energi jauh dari mimpi yang dibayangkan


Sahabat
Selama dirantau, saya juga merasakan bagaimana sulitnya persoalan dirantau, namun dengan kekuatan semangat dan doa semuanya bisa dijalani dengan baik, dan melebihi dari apa yang dipikirkan. Janji bantuan Tuhan kepada hamba yang menuntut ilmu dengan selalu saja ada disaat kesulitan datang. asal kita percaya dengan niat awal dalam berjuang menuntut Ilmu. Tangisan dan jeritan kesulitan kita selama menuntut ilmu dirantau merupakan doa yang selalu datang pertolongan dari manapun yang benar-benar tidak disangka. Pengalaman lain sederhana, ketika saya dalam keadaan sulit karena harus menyelesaikan paper studi yang memerlukan dana, disatu sisi saya harus membantu teman yang dalam kesulitan. 20 menit sebelum paper wajib serah, pertolongan datang dari teman yang memberikan solusi tanpa disadari....subhanaallah, semua bisa diselesaikidan dengan baik. Lain hari, saya pernah kehabisan bekal, tida sesenpun uang didompet, sementara dikost tidak memiliki apa-apa lagi, well, lagi lagi Tuhan memberikan bantuan kepada hamba yang ikhlas menuntut ilmu. sebelum perut melilit, datang teman yang memberikan tambahan bekal karena berterima kasih telah membantunya dahulu...



Sahabat

menuntut ilmu dirantau membaerikan banyak pembelajaran. disamping intelektualitas, kemadirian, kedewasaan, kearifan juga kesadaran bahwa kita makhluk sosial dan tidak bisa hidup egois. Pembelajaran dalam merantau membuktikan bahwa jaringan, teman, dan berbagai kemudahan tidak bisa muncul tanpa kita mampu membuka diri sebagai penuntut ilmu yang bersosialisasi. Kadang semua bantuan muncul dari mereka-mereka yang menjadi kolega kita. Bagaimana bahagianya, ketika hari ulangtahun sendiri terlupakan, datang sahabat yang membawa brownis untuk mengingatkan hari ulang tahun. betapa bahagia ketika saya menghtung hampir 432 pesan mitra FBku yang mengucapkan selamat ultah untukku. paling sederhana bagaimana saya tetap tenang kuliah walau turun hujan, sebab saya tahu, tetangga kos akan care dan mengangkat jemuran yang ditinggalkan saat kuliah tadi...



Sahabat.

jika percaya bahwa Jihad menuntut Ilmu adalah kebenaran. maka mengapa harus takut melangkah, yakinlah asal niat kita lurus semua kekurangan dalam menuntut ilmu dirantau akan ada solusinya. dan itu telah saya buktikan selama ini...



selamat membuka diri, kuatkan kaki, derap kaki menuntut ilmu dimanapun walau harus di negeri China. yakinlah, pertolongan dalam menuntut ilmu akan selalu datang membayangi perjalanan tersebut.

Kurang dana dan bekal bukan halangan untuk menuntut ilmu dirantau...

Kurang kemampuan dan pengalaman bukan halangan untuk menuntut ilmu di rantau

semua berproses dan yakinlah, setiap ada kesulitan akan datang solusi tepat disaat kita terhimpit..



Jika ada sahabat yang memiliki pengalaman dalam menuntut ilmu sebagai tambahan motivasi ini, tolong tulislah, semoga akan menambah semangat dan motivasi yang lain...........Love you all.

MENJADILAH GURU YANG ARIF

Oleh: Heri Junaidi

Sahabat....

Sejak alumni dari gontor, tiada henti saya belajar menjadi guru. banyak pengalaman yang tidak pernah didapat di bangku kuliah dan awalnya bukan menjadi cita-citaku, malah mendapat pengalaman menjadi guru di lapangan. dari guru TK/TPA, guru SD, SMP, SMU, les private, punya usaha bimbingan dan kursus sampai akhirnya menjadi guru bagi mahasiswa semua pernah dilakoni dalam proses, sehingga akhirnya kutemukan jiwaku untuk pengabdian dunia akademik ini. berbagai kisah sudah kutemukan, akhrinya sampai pada batas berbagai pengalaman dilapangan sekarang saya juga dapatkan. banyak kisah teladan guru yang akhirnya khusnul khotimah, sampai akhir hayatnya selalu di dudu dan ditiru, banyak sekali guru yang dengan kesederhanaan seperti digambarkan "Iwan fals" dalam lagunya menjadi ketauladanan dalam setiap masa, menjadi pembicaraan dari mulut kemulut. kisah mereka pasti mitra FB rasakan dan alamani bagaimana guru-guru itu menjadi idola. namun juga aku ingin melihat bagaimana dinamika dunia pendidikan saat ini ketika:

1. guru yang diancam siswa

2. Guru yang dilaporkan polisi karena "menganiaya" siswa

3. Guru yang ditakuti sekaligus dicueikin

4. Guru yang cuma text book dan marah-marah

5. Guru yang dibenci karena ketidak jelasan keahlian yang dimiliki.

Sahabat...

Mengapa ada 5 kisah (yang saya contohkan ini) muncul ditengah kehidupan dunia pendidikan. saya ingin berbagi tidak dalam kajian buku, tapi digalli dari pengalaman. Guru sebenarnya memiliki 3 jiwa dalam satu hatinya yang tidak bisa hilang salah satunya: (1) murrabi, Guru adalah mendidik. mendidik berarti memberikan uswah dalam semua aspek. Uswah berarti contoh. contoh dalam taat waktu, contoh dalam berpenampilan, contoh dalam berdialog, contoh dalam menerima pesan lingkungan dalam arti bahwa nilai "Iqra" dia mampu bawa dalam semua perhatian. selalu berupaya untuk menilai semua realitas anak didiknya dengan kalimat "why...?", bukan "what, dan who" dahulu?...mengapa anak ini nakal?; mengapa anak ini pendiam tidak seperti biasanya; Mengapa anak ini sering terlambat?. maka kemudian "how.." bagaimana menyelesaikannya. so, ibda binafsihi , mulai intropeksi diri...bagaimana saya selama ini, sudah benarkah dari aspek (X, Y atau N) koreksi dari diri sendiri dahulu, sambil berupaya mengajak anak untuk berbenah diri. mengajak yang baik adalah dengan implemtasi, dialog ibarat kakak dengan adiknya (bukan gaya Tuan dengan hamba sahaya!) ; (2) A'lim, yang berarti pintar. guru adalah orang yang pintar pada keahliannya. pintar dari aspek ilmu, pintar dalam membangun sinergi kelas, pintar dalam membangun motivasi. dan itu perlu lathan dan belajar dari pengalaman demi pengalaman...Guru mampu membuat pelajaran yang sulit dan menakutkkan bagi peserta didik menjadi pelajaran yang sangat mudah, enak, dan bisa dimengerti. Disinilah guru bisa berimprovisasi membangun terobosan dalam membuat kerangka yang bisa dipahami siswa. hilangkan kalimat," masa sih...begini aja ndak bisa!"; "kamu memang LOLA (louding lambat); dasar...emang kamunya malas, begini aja susah diterima...." yang perlu dinilai adalah "sudah paskah metode yang diajarkan kepada siswa? sudah seimbangkah model yang dibuat saya dalam menjelaskan pelajaran kepada strata siswa?.....mungkin sudah, pertanyaannya, masih cocokkah model yang saya lakukan atau malah sudah kadaluarsa dan ketinggalan zaman (ingat, kita harus mampu melakukan keseimbangan dengan dinamika kehidupan mereka sekarang) dari sisi ini maka guru selalu ssetiap hari ada waktu untuk membaca dan belajar; (3) Hakim yang Arif dan Bijaksana. ingatlah, Hukuman dalam konsep mendidik adalah pada tingkat paling bawah, bukan yang pertama dalam struktur kependidikan. sedih rasanya jika seorang guru mnejadikan hukuman (apalagi phisik) diletakkan pada konsep awal dalam mengajarnya. sedih jika seorang guru berani memukul kepala siswa, apalagi sampai menempeleng, memukul hingga terjadi pelaporan dengan alasan siswa "nakal dan tidak patuh"...

Sahabat....

Hukuman dari seorang guru yang arif adalah pada tataran yang paling terakhir (bukan satu-satunya) dengan cara yang mendidik pula. berilah hukuman dari jiwa ikhlas guru yang membuat peserta merasa "subhanalllah, saya bener-bener salah, bukan "aduhh...pak/bu, ampun, sakit...... contoh, jika ada yang terlambat masuk kelas dengan alasan yang tidak logis, bisa siswa itu tidak diizinkan masuk kelas, disuruh belajar ke perpustakaan sekolah dan meresume satu buku di perpustakaan; jika ada anak tidak membuat PR misalnya, suruh dia mengerjakan PR di papan tulis, dan yang lain menilai, sembari guru menilai PR yang dikumpulkan. selain hukuman, rewardpun sudah saatnya dibangun kembali dengan berbagai macam cara (dan itu ada dalam buku-buku cara mendidik)....


Sahabat...

Guru adalah pemain sandiwara yang handal. seorang pemain sandiwara tidak bisa tampil jelek di depan publik. so, masalah di rumah, masalah hutang, masalah gaji, masalah-masalah yang membuat emosional, ketika masuk dalam lingkup sekolah dan kelas, hilangkan....jadikan dunia kependidikan tempat menyenangkan dan menghilangkan kegelisahan dan emosional diluar. Jangan bawa dalam kelas.....sehingga kita tetap perfeect didepan mereka, dan akhirnya mereka nyaman dan selalu menanti kehadiran kita sebagai guru bukan sebaliknya muncul doa peserta, "semoga guru.....tidak masuk hari ini"; Syukurlah guru ...idak masuk". hal yang paling penting jangan sekali sekali dalam keadaan apapun seorang guru mengeluh seperti,"kamu ini seperti ndak tahu saja, gaji kami ini kecil, maka jangan buat kami kesel....." dan keluahan keluhan lain yang malah menjadikan siswa "sebel" mendengarnya.


Sahabat...

Pada akhirnya Kita memiliki ketauladanan mendidik dari Rasul Allah dan kitab suci. contohlah dari nilai-nilai itu, implementasikan dengan keikhlasan, keteguhan, ketegaran dan selalu berdoa untuk kemudahan dalam mendidik dan mengajar. jika itu dilakukan, yakinlah rizki dan dana akan datang selalu....

"Cintailah pekerjaan, maka pekerjaan akan membimbingmu menuju apa yang harapanmu"...

MESIR: SEKALI LAGI CONTOH REVOLUSI RAKYAT KARENA KEBOHONGAN PEMERINTAH

by Heri Junaidi

Pasca Jasmine Revolution di Tunisia berhasil menumbangkan penguasa despotik Zine el-Abidine ben Ali, gelombang protes politik merambah kemudian keYaman, Yordania,dan Mesir, mengalir deras melintasi sungai Nil dan mengguncang Mesir. Pergolakan politik di negeri Cleopatra itu memuncak hingga di kota-kota penting Kairo,Alexandria, Mansoria, Suez. Pergolakan sosial atau revolusi sosial diikuti oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Para demonstran yang turun ke jalan mewakili spektrum kelompok sosial yang luas, tak terbatas pada kelas sosial tertentu. Kelompok miskin dan kaum marjinal, kelas menengah ekonomi dan kaum terpelajar, kelompok politik yang beraliran ideologi Islamis seperti Ikhwanul Muslimin atau penganut Kristen Koptik, menyatu dalam gerakan protes. Bahkan kaum perempuan muda, ibu-ibu, dan orang tua membawa anak-anak mereka turun ke jalan dan membaur dalam gelombang massa para demonstran. Dengan lantang,mereka berseru: hurriya! ... hurriya! Dengan jargon dasar “Syab yurid isqad al-rais



Mesir: Negara Gemilang Dalam Kemiskinan

Sejarah menoreh pencapaian gemilang dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan dari purba hingga modern. Orang-orang bertalenta membangun karya agung piramida yang mampu tegak ribuan tahun. Contoh lain yang mengukir besarnya peradaban Mesir, hanya Mesir yang mampu melahirkan empat tokoh peraih Nobel dunia: Anwar Sadat, Mohammed ElBaradei mendapat masing-masing Nobel Perdamaian, Naguib Mahfud peraih Nobel Sastra, Ahmed Zewail pemenang Nobel Kimia.Tak terhitung ilmuwan-ilmuwan Mesir berkelas dunia berkarya di universitas- universitas prestisius dan lembaga- lembaga riset terpandang di benua Amerika dan Eropa. Termasuk di perguruan-perguruan tinggi di Indonesia. Anehnya, meski dikenal sebagai salah satu pusat peradaban paling kuno yang mengilhami perkembangan peradaban dunia, Mesir justru termasuk negara Dunia Ketiga yang masih terbelakang di era modern diantara negara-negara Muslim. Data media eljazera menyebutkan sekitar 21,6% dari 80 juta penduduk Mesir hidup dalam kemiskinan ekstrem. Pengangguran mencapai 9,4%, banyak penduduk tak bisa baca-tulis (buta aksara),anak-anak usia sekolah tak mendapat akses pendidikan dan kesehatan, dan pelayanan publik amat buruk.

Mesir kemudian mengulang sejarah negara yang berpangkal pada praktik korupsi yang sudah sedemikian kronis dan menggurita di tubuh pemerintahan yang melibatkan kroni-kroni Presiden Hosni Mubarak .Problem sosial akut yang berkelindan dengan sistem pemerintahan otoriter membuat rakyat frustrasi. Lagi-lagi Nasi sudah Menjadi bubur, ketika rakyat sudah marah maka satu tuntutan “turunkan presiden” tanpa mendengar lagi fatwa Mufti dan Syaikh al-Azhar yang dianggap masyarakat adalah kroni presiden karena mereka diangkat oleh Presiden yang tinggal adalah para ulama “diatas dan untuk semua golongan” yang masih didengar. Seperti fatwa Yusuf Qardhawi yang menyebut para demonstran yang terbunuh adalah Syahid, maka semua ingin berprestasi dengan syahid, Husni mubarak kemudian dicap sebagai Firaun modern. Husni Mubarak tidak menganggap sedikitpun aspirasi yang berkembang kuat ditengah rakyatnya yang mendesak dirinya turun dari kekuasaannya yang koruf dan refresif. Husni Mubarak tampaknya tidak mengerti dan menutup telinga bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan karena dirinya telah menjadi penghamba tahta dan harta semata. Janji dan perubahan cepat lewat pidato dengan janji untuk melakukan reformasi politik-ekonomi secara menyeluruh dengan menyediakan lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran, menurunkan tingkat kemiskinan, meningkatkan pelayanan publik, sekarang dianggap sudah tiada nilai….Reformasi politik ekonomi yang ditawarkan Presiden Mubarak tak berguna, karena rezim pemerintahan yang dia pimpin sudah bobrok.Sistem politik tetap sama dengan elite-elite politik korup di pemerintahan.Tak akan ada perubahan apa pun sepanjang Presiden Mubarak tetap berkuasa. Ia harus pergi meninggalkan Mesir dan bergabung dengan Zine el- Abidine di Arab Saudi atau pergi ke mana pun,”(BBC,28/01).

Pengamatan saya yang tetap menunjukkan bahwa Mesir adalah tetap bangsa beradab dalam kemarahan apapun masih membangun nilai-nilai kemanusian. Sikap meliter tidak berupaya melakukan tindakan kekerasan, mereka hanya mengambil- alih tugas polisi yang sudah tak mampu mengatasi pergolakan politik. Maka,tentara pun terlihat berhati- hati dan bersikap ramah dalam menangani aksi demonstrasi. Rakyat Mesir sendiri meyakini bahwa tentara akan memegang teguh doktrin patriotic bulkward, yang mewajibkan mereka untuk berpihak hanya kepada kepentingan rakyat. Kehadiran mereka di jalanan hanya untuk mengantisipasi kekerasan yang muncul selama protes berlangsung, sehingga aksi destruktif dan tindakan anarkis dapat diminimalisasi. Well….Sebuah pembelajaran bahwa tentara dan rakyat adalah manusia yang ingin damai.



So.. Sekali lagi kita belajar kekuasaan yang tanpa batas dan tanpa kontrol akan berujung pada rezim yang korup dan menindas. Namun, selalu pula terbukti bahwa kedaulatan rakyat tak pernah selamanya bisa dibungkam… Satu lagi yang perlu diingat belajar dari Mesir, Iran dan beberapa negara Muslim lainnya jika para tokoh agama mulai turun gunung untuk membenahi karut marut kehidupan bernegara PERLU SANGAT DIPERTIMBANGKAN, sebab sejarah politik dunia membuktikan kehadiran tokoh agama dalam setiap pergolakan politik seringkali menjadi pertanda akan jatuhnya sebuah rezim kekuasaan. So, Kehadiran tokoh agama yang kritis, berani dan solid perlu direspon positif untuk segera berbenah diri dari semua sektor……Percaya atau tidak percaya, kisah Mesir akan datang ke Indonesia jika tidak segera berbenah diri...Cukup sudah tragedi 1998, jangan lagi ada tragedi lain, jadikan semua hal di dunia ini menjadi pengalaman berharga untuk kita semua sebagai Indonesia baldatun thayyibatun warabbun ghafur dan pemerintah (al-Ra'i) yang selalu ingat aspirasi rakyat (al-Raiiyah).

Kamis, 17 Februari 2011

TUGAS MAHASISWA

1. UNTUK MAHASISWA D3 PERBANKAN DAN S1 EKONOMI ISLAM
2. BANGUN KEMBALI TULISAN INI DAN BERI TANDA BACA YANG TEPAT DAN BENAR


…hal termudah bagi bangsa ini adalah bicara dan hal tersulit adalah bercermin Maka sering kali ditertawakan bangsa lain karena kebodohan dalam melihat diri sendiri. Sampai tidak menyadari siapa sesungguhnya kita ini Kita adalah bangsa besar tapi miskin Karena kita tidak bisa bercermin, kemiskinan itu tidak lantas mengubah prilaku Sikap snobisme, tetap saja utuh terjaga. Tidak ada seorang menteripun protes kendaraan dinas mereka pada akhirnya Indonesia memiliki mobil mewah terbanyak di Asia lagi-lagi mengejar prestise di tengah kemiskinan Contoh muncul konsep perang terhadap korupsi yang menjadi lahan empuk bagi koruptor baru Dan yang memuakkan para elite membiayai konflik untuk menutupi korupsi yang mereka bungkus seakan-akan perjuangan politik demi harkat dan martabat

VALAS SEBAGAI INSTRUMENT DERIVATIVE: STUDI KOMPARATIF INDONESIA DAN SUDAN

Oleh Heri Junaidi
(Untuk contoh mahasiswa PMH mata kuliah Fiqh Muamalah Perbandingan)


Pengantar
Makalah ini membahas valuta asing (valas) atau foreign exchange (forex) yang diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di satu negara. ‘Valas’ memiliki ruang terbuka untuk didekati dalam perspektif manapun baik dari aspek pasar, bisnis, ekonomi keuangan, dampak hingga masalah hukumnya. Dalam pendekatan ekonomi keuangan dan standar kesejahteraan misalnya, kapitalisme merumuskan masyarakat sejahtera dalam pendekatan materialis murni. Kesejahteraan didefinisikan sebagai terpenuhinya segala kebutuhan materil manusia sesuai dengan hasil kerja optimal masing-masing orang atau kelompok. Sebagaimana menurut Adam Smith dalam karyanya The Wealth of Nation (1776), bahwa kesejahteraan diukur berdasarkan seberapa besar hasil barang serta jasa yang diproduksi dan dikonsumsi , karenanya yang disebut dengan istilah negara maju adalah yang menikmati pendapatan tinggi dan ini berarti nilai mata uang yang dimiliki negara tersebut juga memiliki rating yang tinggi. Dari aspek tersebut, maka nilai mata uang yang tertinggi menjadi bagian dari bisnis keuangan yang semakin diminati oleh masyarakat yang hidup dalam negara yang memiliki rating nilai mata uang rendah dari masyarakat yang tinggal di negara-negara berkembang. Pada akhirnya uang sangat menguasai sektor moneter (sistem uang kertas [fiat money], perbankan ribawi, pasar modal, bursa saham, valas) atas sektor riil (perdagangan dan jasa yang bersifat nyata).

Teoritisasi Valuta Asing
Valuta asing dalam istilah bahasa Inggris dikenal dengan money changer atau foreign exchange, sedangkan dalam istilah Arab disebut al-sharf. yang berarti berarti penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. al-Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya . Valas atau al-sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain . Dengan demikian valas adalah jual beli valuta dengan valuta lainnya yang dijadikan dasar alat transaksi.
Taqiyyudin an-Nabhani mendefinisikan valas dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang lain atau berbeda jenisnya semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain. Nabhani juga menyatakan bahwa jual beli mata uang merupakan transaksi jual beli dalam bentuk finansial yang menurutnya mencakup: Pertama, Pembelian mata uang dengan mata uang yang serupa seperti pertukaran uang kertas dinar baru Irak dengan dinar lama; Kedua, pertukaran mata uang dengan mata uang asing seperti pertukaran dolar dengan pound Mesir; Ketiga, pembelian barang dengan uang tertentu serta pembelian mata uang tersebut dengan mata uang asing seperti membeli pesawat dengan dolar, serta pertukaran dolar dengan dinar Irak dalam suatu kesepakatan; Keempat, penjualan barang dengan mata uang, misalnya dolar Amerika dengan dolar Australia; Kelima, penjulan promis (surat perjanjian untuk membayar sejumlah uang) dengan mata uang tertentu; Keenam, penjualan saham dalam perseroan tertentu dengan mata uang tertentu .

Makna Nilai Derivative, Option

Pengertian Derivatif (derivatives) secara umum adalah sebuah instrumen keuangan (financial instrument) yang nilainya diturunkan atau didasarkan pada nilai dari aktiva, instrument, atau komoditas yang lain. Definisi ini bisa didapat di berbagai situs di internet maupun buku-buku teks. Secara ringkas, bisa dikatakan bahwa derivative hanya ada kalau aktiva, instrumen, atau komoditas lain sebagai instrumen utamanya ada. Contoh dari derivatif adalah opsi right . Dalam pemahaman yang hampir sama derivatif adalah sebuah istilah portofolio yang mengaitkan suatu kenaikan jumlah produk dan jenis-jenis produk dengan seperangkat penggunaan yang semakin membingungkan. Kelompok-kelompok orisinil dari produk yang dianggap sebagai derivatif telah diperluas untuk mencakup: jenis produk baru, klasifikasi produk baru, pasar-pasar baru, para pengguna baru, dan bentuk risiko baru. Dua klasifikasi terbesar dari derivatif adalah derivatif berbasis forward (forward-based derivatives) dan derivatif berbasis option (options-based derivatives). Sebenarnya masih banyak klasifikasi lainnya, yang mencakup strip dan mortgage-backed securities, tetapi yang terkenal adalah dua klasifikasi utama tersebut di atas .
Suatu transaksi derivatif merupakan sebuah perjanjian antara dua pihak yang dikenal sebagai counterparties (pihak-pihak yang saling berhubungan). Dalam istilah umum, transaksi derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya tergantung pada – diturunkan dari – nilai aset, tingkat referensi atau indeks. Saat ini, transaksi derivatif terdiri dari sejumlah acuan pokok (underlying) yaitu suku bunga (interest rate), kurs tukar (currency), komoditas (commodity), ekuitas (equity) dan indeks (index) lainnya. Mayoritas transaksi derivatif adalah produk-produk Over the Counter (OTC) yaitu kontrak-kontrak yang dapat dinegosiasikan secara pribadi dan ditawarkan langsung kepada pengguna akhir, sebagai lawan dari kontrak-kontrak yang telah distandarisasi (futures) dan diperjualbelikan di bursa. Menurut para dealer dan pengguna akhir (end user) fungsi dari suatu transaksi derivatif adalah untuk melindungi nilai (hedging) beberapa jenis risiko tertentu .
Alasan penggunaan derivatif adalah (1) Peralatan untuk mengelola risiko; (2) Pencarian untuk hasil yang lebih besar; (3) Biaya pendanaan yang lebih rendah; (4) Kebutuhan-kebutuhan yang selalu berubah dan sangat bervariasi dari sekelompok pengguna; (5) Hedging risiko-risiko saat ini dan masa datang; (6) Mengambil posisi-posisi risiko pasar; (7) Memanfaatkan ketidakefisienan yang ada di antara pasar-pasar. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh sebagai berikut: ada seorang pengusaha impor kopi yang bisa membeli opsi right dengan harga tertentu untuk membeli kopi dari Brasil dengan kurs yang sudah ditetapkan sebelumnya, misal Rp9.500/USD, yang akan dibayarkan 6 bulan kemudian. Opsi ini bisa dieksekusi atau tidak tergantung dari situasi yang dihadapi pengusaha tersebut 6 bulan kemudian. Kalau kurs pada waktu 6 bulan kemudian ternyata Rp8.500/USD, maka akan lebih menguntungkan bagi pengusaha tersebut untuk tidak mengeksekusi opsi right-nya karena kurs pasar lebih murah. Namun, pengusaha tersebut menderita kerugian karena telah mengeluarkan uang untuk membeli opsi right 6 bulan sebelumnya. Sedangkan apabila sebaliknya yang terjadi, misal kurs 6 bulan kemudian adalah 1 USD=Rp 10.500, maka pengusaha tersebut bisa mengeksekusi opsi right yang dimilikinya karena kurs opsi lebih murah . Selain pengertian derivative, ada satu istilah yang berkaitan erat dengan derivative yaitu “manajemen risiko” .
Dalam berbagai literatur, derivative/option terbagi dalam 2 pandangan pakar keuangan . Pandangan pertama seperti Walmsley (1998) percaya bahwa paling tidak ada empat kegunaan derivative yaitu: pengalihan risiko (risk tansfer), peningkatan likuiditas (liquidity improvement), penciptaan kredit (credit creation), dan penciptaan ekuitas (equity creation). Dengan menggunakan derivative maka investor atau pengusaha dapat mengalihkan risiko keuangannya karena mereka telah melindungi diri dari ketidakpastian (hedging the risk). Karena derivative dapat dengan mudah diperdagangkan di pasar uang, maka derivative dipercaya sebagai instrument yang likuid (mudah cair) karena investor atau pengusaha dapat meng-uang-kan derivative di pasar uang dengan relative cepat di kala mereka membutuhkan uang. Derivatif juga dapat menciptakan kredit dan ekuitas karena instrument derivative memperluas sumber kredit dan ekuitas dengan menciptakan jenis kredit dan ekuitas yang baru. Walmsley menegaskan bahwa manfaat penciptaan kredit dan ekuitas ini timbul karena investor dan pengusaha memiliki lebih banyak instrument Keuangan yang bisa dipilih .
Meskipun Walmsley mengakui bahwa ada juga kelemahan dari derivative, seperti bisa menimbulkan ketidakstabilan, tapi Walmsley berkesimpulan: “On balance, however, the innovations that have been made are almost certainly beneficial for the system as a whole” . Carl Johan, Lindgren, et el juga sependapat dengan Walmsley tentang manfaat derivative. Menurutnya tujuan utama dari derivative adalah untuk melindungi perusahaan dalam melakukan transaksi bisnis. Tujuan yang diungkapkan oleh Karimova ini dikenal dengan istilah pemagaran (hedging). Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa perusahaan yang menggunakan hedging dalam melakukan transaksi bisnisnya akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan atau berhenti menggunakan hedging. Selain itu, transaksi derivatif valas yang dilakukan tanpa disertai underlying transaction dibatasi maksimal 3 juta dollar AS per bank pada satu posisi tertentu. Namun demikian, karena dalam rangka manajemen risiko yang sehat diperlukan lindung nilai (hedging) terhadap berbagai risiko yang dihadapi para pemilik dana luar negeri yang menanamkan dananya di Indonesia, Bank Indonesia tidak membatasi transaksi derivatif valas yang berkaitan dengan kegiatan perekonomian sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung .
Pendukung derivatif berargumen bahwa derivatif akan mendistribusikan resiko secara efisien di antara para pelaku, sehingga mereka akan lebih produktif dan perekonomian menjadi lebih makmur. Contoh klasiknya adalah produsen komoditi pertanian atau energi yang melakukan lindung nilai terhadap ketidakpastian harga di masa depan dengan menggunakan futures sehingga produksi riil tidak akan terhalang oleh ketidakpastian harga. Disini terjadi transfer resiko yang akan memperbaiki efisiensi dan produktivitas perekonomian, dari hedgers ke pihak lain yang lebih mampu mengambil resiko yaitu spekulator . Derivatif mengizinkan resiko ditransfer ke pihak yang bersedia menerimanya, namun bukan selalu pihak yang mampu mengelola-nya. Pelaku yang memiliki keterbatasan dana, akan bersedia mengambil resiko jika mereka dibayar dimuka walaupun tidak mampu menanggung beban resiko tersebut. Derivatif memisahkan resiko dari aktivitas ekonomi riil dan membuatnya dapat diperdagangkan secara terpisah, sehingga mentransformasikan resiko menjadi “komoditas”. Dari sudut pandang sosial, resiko harus diminimalkan, bukan dipromosikan. Namun, penciptaan pasar untuk resiko, bisa justru menggelembungkan resiko, bukan meminimalkannya. Karena pelaku pasar mencari keuntungan, beberapa pemain, khususnya spekulator, akan lebih baik jika pasar semakin besar. Sedangkan pelaku ekonomi sektor riil dan konsumen akan lebih baik jika resiko adalah minimal .
Instrument derivatif memiliki struktur risk-reward yang berbeda jauh dari instrument dengan aset riil. Produksi profil resiko artifisial ini menciptakan peluang arbitrase yang independen daripeluang riil, yang membuka pintu untuk spekulasi murni, terlepas sepenuhnya dari aktivitas ekonomi riil. Spekulasi murni pada gilirannya mendistorsi harga aset dan membebani perekonomian dengan biaya yang lebih besar dari biaya riil, sehingga berdampak negatif pada peluang investasi riil. Sekali resiko terpisah dari sektor riil, tidak ada batasan jenis resiko yang bisa diperdagangkan, mulai dari rating perusahaan, penyelesaian takeover, cuaca di New York atau resiko apapun lainnya. Lebih jauh lagi, derivatif dapat diturunkan dari derivatif lainnya, bukan aset riil, sehingga ada options on futures, futures on options, options on options, dan lain-lain. Hal ini membuat ukuran dan pertumbuhan derivatif independen dari sektor riil. Dan karena sektor riil jauh lebih kompleks dan dihadapkan pada berbagai kendala, maka pertumbuhan pasar derivatif jauh lebih cepat dari aset riil. Dengan pertumbuhan yang jauh diatas pertumbuhan sektor riil, derivatives membuat perekonomian semakin beresiko dan memfasilitasi krisis keuangan .
Pandangan kedua, seperti Stout (1996) masih meragukan manfaat perdagangan derivative. Menurutnya perdagangan spekulatif derivative bisa sangat merusak bagi investor dan pemegang saham karena dapat mengikis laba perusahaan dengan cepat. Stout menjelaskan bahwa: “disagreement-based trading in derivatives, like gambling, is a negative-sum game that erodes the wealth and increases the risks of the average player who indulges in it” yang terjemahan bebasnya adalah bahwa ketidaksetujuan atas perdagangan derivative, seperti halnya atas perjudian, adalah adanya negative-sum game (yaitu suatu permainan dimana tidak ada satu pihak pun yang menang) yang akan mengikis kekayaan perusahaan sekaligus meningkatkan risiko keuangan bagi pemain yang terlibat di dalamnya. Derivatif adalah sangat leveraged yang membuat sistem finansial sangat rawan. Bayangkan saja, untuk nilai transaksi sebesar 100%, pemain hanya perlu menyediakan dana antara 1%-10% saja .
Derivatif memiliki resiko tambahan karena banyak kontraknya bersifat sangat spekulatif sehingga meningkatkan peluang rugi besar jika gagal. Dalam pasar derivatif para spekulan memainkan peran penting dalam perdagangan derivatif keuangan. Mereka membeli dan menjual kontrak-kontrak bergantung pada persepsi mereka tentang gerakan pasar keuangan. Rumor juga memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan. Sehingga, risiko pasar derivatif berlipat ganda, risiko spesifik perusahaan dan risiko sistemik. Kavaljit Singh dalam bukunya yang berjudul Taming Global Financial Flows, A Citizen’s Guide mengatakan bahwa, produk derivatif dalam skala global mulai berkembang dengan pesat pada tahun 1980an dan 1990an. Lebih lanjut Singh mengatakan tujuan dibuatnya produk derivatif sebagai instrumen yang bisa membantu mengurangi resiko (hedging) para investor  sejatinya tidaklah terwujud. Sebaliknya, ia justru menjadi salah satu sumber terbesar ketidakstabilan dan menyebabkan pasar global yang labil .
Apa yang diungkapkan oleh Singh di atas sejatinya juga berlaku bagi pasar modal secara keseluruhan. Sebab, Pada awal pemebentukannya, pasar modal adalah sebagai wadah bagi unit defisit (perusahaan) untuk bertemu dengan unit surplus (investor). Namun, dalam perkembangannya yang terjadi justru adalah terpisahnya antara dua unit tersebut. Dengan kata lain, yang bertemu tidak lagi antara perusahaan yang ingin mendapatkan modal dari para investor. Melainkan adalah pertemuan antara investor yang satu dengan investor lainnya untuk saling mengalahkan (memakan) lawannya dengan cara memanipulasi data atau informasi yang ada demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya.
Stout juga berpendapat bahwa perdagangan spekulatif derivative adalah lebih berbahaya daripada perjudian karena para pemainnya menempatkan jumlah uang yang besar untuk dipertaruhkan dimana uang tersebut adalah bukan milik para pemain melainkan milik pihak ketiga seperti dana pension, pemegang deposito, dan pemegang saham. Dalam situasi ekonomi seperti ini, para pelaku di pasar derivative dihadapkan pada tingginya tingkat ketidakpastian yang dapat membawa kehancuran pada karir mereka dan perusahaan. Oleh karenanya, Stout tetap meragukan apakah pasar derivative yang berkembang dengan pesat ini adalah pasar asuransi ataukah perjudian. Salah satu fitur utama sistem finansial global yang dianggap paling bertanggung jawab disini adalah derivatif .
Di tingkat mikro, derivatif telah berulangkali memicu krisis finansial. Kasus Barings dan Enron adalah salah satunya. Dan kini derivatif kembali memainkan peran besar dalam krisis finansial AS. Krisis yang bermula di pasar kredit subprime mortgage Juli 2007 ini, kini telah menyeret seluruh sistem keuangan dan bahkan perekonomian ke jurang kehancuran. Alasan terpenting mengapa krisis menyebar dengan cepat dan memicu gelombang besar kerugian massal adalah gelembung ekonomiu yang diciptakan oleh derivatif Kick-offnya adalah ketika bank-bank pemberi KPR beresiko tinggi (subprime mortgage) menjual hak tagih kredit mereka ke Federal Home Loan Mortgage Corporation (Freddie Mac) dan Federal National Mortgage Association (FNMA/Fannie Mae) agar aliran kredit perumahan oleh Bank dapat terus berjalan tanpa harus menunggu arus pelunasan kredit oleh nasabah. Dari tagihan kredit perumahan yang dibeli inilah Freddie Mac dan Fannie Mae kemudian membuat berbagai produk derivatif yaitu collateralized debt obligations (CDO). Kredit beresiko tinggi ini dikemas menjadi surat utang yang memberi imbal hasil menarik dengan jaminan peringkat creditworthiness yang baik. Di tengah rendahnya suku bunga dan kuatnya kondisi perekonomian AS saat itu, imbal hasil dari surat utang ini menarik berbagai lembaga keuangan dari seluruh dunia untuk membelinya.

Transakasi Valas: Kasus Indonesia
Sama halnya di Negara Lain di dunia, terjadinya transaksi derivatif berkembang pada pasar perdagangan uang dan khususnya pada jual beli valuta asing yang awalnya dilatar belakangi adanya fluktuatif nilai mata uang. Di Indonesia Transaksi yang terjadi di Pasar Modal terjadi di pasar primer dan pasar skunder. Pada transaksi yang terjadi di pasar sekunder lebih banyak terjadi transaksi derivative, yakni sebagai turunan dari transaksi lainnya (saham, obligasi dll). Kemerosotan perekonomian Indonesia pada tahun 1997, sebagian besar disebabkan karena para pengusaha nasional dan perbankan nasional berlomba-lomba untuk meminjam uang dari luar negeri dalam US$ atau mata uang asing lainnya, sehingga jumlah pinjaman luar negeri dalam waktu singkat membumbung tinggi secara tidak terkendali dan ternyata melampai ambang kemampuan untuk membayar kembali hutang luar negeri tersebut.
Derivatif yang terdapat di Bursa Efek adalah derivatif keuangan (financial derivatif). Derivatif keuangan merupakan instrumen derivatif, di mana variabel-variabel yang mendasarinya adalah instrumeninstrumen keuangan, yang dapat berupa saham, obligasi, indeks saham, indeks obligasi, mata uang (currency), tingkat suku bunga dan instrumen-instrumen keuangan lainnya. Instrumen-instrumen derivative sering digunakan oleh para pelaku pasar (pemodal dan perusahaan efek) sebagai sarana untuk melakukan lindung nilai (hedging) atas portofolio yang mereka miliki. Contohnya dengan margin 10% untuk transaksi US$ 1 juta, pembeli harus menyerahkan dana US$100.000. Dalam perbankan Indonesia, margin trading diatur dalam ketentuan BI dengan minimal cash margin 10%. Beberapa contoh yaitu: Pertama, Dalam sehari dealer maupun bank dapat melakukan transaksi ini berulang-ulang. Adapun penyelesaian pembayaran dan perhitungan untung-ruginya dilakukan secara netto saja. Dengan demikian transaksi valas yang dilakukan bukan untuk memilikinya, melainkan semata-mata menjadikannya sebagai komoditas untuk spekulasi.
Kedua, transaksi futures yaitu transaksi valas dengan perbedaan nilai antara pembelian dan penjualan future yang tertuang dalam future contracts secara simultan untuk dikirim dalam waktu yang berbeda. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. A akan menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 9.350 per US$ pada 30 Juni 2008, tidak peduli berapa kurs di pasar saat itu. Di satu sisi transaksi ini dapat dipandang sebagai spekulasi, paling tidak berunsur maysir, meskipun disisi lain para pelaku bisnis pada beberapa kasus menggunakannya sebagai mekanisme hedging (melindungi nilai transaksi berbasis valas dari risiko gejolak kurs). Ketiga; transaksi option (currency option) yaitu perjanjian yang memberikan hak opsi (pilihan) kepada pembeli opsi untuk merealisasi kontrak jual beli valutaa asing, tidak diikuti dengan pergerakan dana dan dilakukan pada atau sebelum waktu yang ditentukan dalam kontrak, dengan kurs yang terjadi pada saat realisasi tersebut. Misalnya, A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. A memberikan hak kepada B untuk membeli dollar AS dengan kurs Rp 9.350 per dolar pada tanggal atau sebelum 30 Juni 2008, tanpa B berkewajiban membelinya. A mendapat kompensasi sejumlah uang untuk hak yang diberikannya kepada B tanpa ada kewajiban pada pihak B. Transaksi ini disebut call option. Sebaliknya, bila A memberikan hak kepada B untuk menjualnya disebut put option.
Transaksi option dapat menjadi lebih rumit. Misalnya A dan B membuat kontrak pada 1 Januari 2008. Perjanjiannya A menjual US$ 1 juta dengan kurs Rp 9.350 per dolar kepada B. Transaksi ini lunas. Pada saat yang sama A juga memberikan hak kepada B untuk menjual kembali US 1 juta pada tanggal atau sebelum 30 juni 2008 dengan kurs Rp 9.500 per dolar. Hal ini akan gugur dengan sendirinya bila kurs melebihi Rp 9.500 per dolar, itu pun bila syarat berikutnya terpenuhi. Keempat, adalah transaksi swaps (currency swap) yaitu perjanjian untuk menukar suatu mata uang dengan mata uang lainnya atas dasar nilai tukar yang disepakati dalam rangka mengantisipasi risiko pergerakan nilai tukar pada masa mendatang. Salah satu contoh transaksi swaps adalah bila bank A dan bank B membuat kontrak untuk bertukar deposito rupiah terhadap dolar pada kurs Rp 9.500 per dolar pada 1 Januari 2008. B menempatkan US$ 1 juta. A menempatkan Rp 9,5 miliar, terlepas dari kurs pasar saat itu.
Dalam berbagai kasus di Indonesia terhadap transaksi valas tersebut dibuatlah berbagai peraturan di Indonesia yaitu: Undang-undang dan peraturan yang membahas masalah valuta asing terdiri dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, selanjutnya Peraturan Bank Indonesia Nomor: 10/ 37 /PBI/2008 Tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah. Peraturan terakhir ini menyebutkan bahwa transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap rupiah dalam bentuk (1) transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today dan/atau valuta tomorrow;(2) transaksi derivatif valuta asing terhadap rupiah yang standar (plain vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu; (3) nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank; (4) kegiatan Ekspor/Impor adalah; (5) mengirimkan barang dan/atau jasa ke luar wilayah Indonesia (ekspor); (6) memasukan barang dan/atau jasa ke dalam wilayah Indonesia (impor). [Bab 1 (2)].

Transakasi Valas: Kasus Sudan
Sudan adalah sebuah bangsa yang memilik dinamika dan warna penerapan Syari’ah. Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris 1956 , Sudan secara de jure menjadi sebuah negara berdaulat. Negara ini berada di benua Afrika terletak di ujung gurun sahara, berbatas dengan Mesir di sebelah Utara, dengan Libiya dan Republik Afrika Tengah di sebelah Barat, dengan Zaire, Uganda dan Kenya di Selatan, dan dengan Ethiopia, Eriteria dan Laut Merah di sebelah Timur. Dengan posisi sedemikian, Sudan rentan dari pengaruh-pengaruh eksternal negara-negara yang berbatasan dengannya tersebut. Negara ini tergabung kedalam negara-negara Arab dan Islam yang memiliki wilayah sangat luas (sekitar 2.506.000 km2) dengan sebagian besar dari wilayahnya padang pasir yang tandus, yang membentang luas dari perbatasan Mesir. Daerah yang subur hanya sekitar sungai Nil, kedua sungai ini, Nil putih dan merah bertemu di ibu kota Sudan, Khartoum .
Potret penerapan Syari’ah mulai dapat terlihat secara nyata di Sudan di era kontemporer (tahun 1970-an), terutama sejak masa pemerintahan Presiden Numeiri aktifitas perekonomian dibangun berdasarkan syari’ah. Aplikasi Syari’ah yang bernuansa hukum positif mulai meluas tahun 1983 dan lebih ekstensif sejak 1989 dengan perluasan keterlibatan legal antara Syari’ah sebagai hukum positif dan pelanggaran hak-hak rakyat . Lapidus menilai bidang ekonomi, bahwa Sudan telah melaksanakan program islamisasi Bank dan lembaga keuangan negara (1978-1983) dengan memberikan pemotongan pajak bagi Bank Islam serta kebebasan dari supervisi. Bank Sentral sudan, melalui Bank dan perusahaan asuransi Islam, pemerintah, dalam hal ini oleh suatu wadah yang bernama Front Islam Nasional (The National Islamic Front / NIF), NIF, mampu mengakumulasi dana yang sangat besar dan mentransfernya secara bebas di dalam dan luar negeri. Pasar uang dan pasar modal dan derivatif instrumentnya dibangun dalam konsep syari’ah yang ketat.
Sudan tidak membangun konstruk perbedaan kecuali pengayaan Indeks Islam yang ditunjukkan pergerakan harga-harga saham dari emiten yang dikatagorikan sesuai syariah dengan mensortir secara ketat seluruh saham yang tercatat di bursa penilaian halal haram, bukan sekedar saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal) namun sampai pada uji kelayakan . Sebagai contoh, ketika industri perhotelan akan go public, maka tim perbankan akan melakukan uji kelayakan, dan melakukan penangkapan tanpa pengadilan pada hal-hal yang melanggar nilai-nilai syari’at yang sudah diterapkan di Sudan.
Indeks Islam di Negara Sudan sangat menegaskan aspek halal haram, dan memiliki hukum tegas terhadap emiten yang menjual sahamnya di bursa bergerak di sektor usaha yang bertentangan dengan Islam atau yang memiliki sifat merusak kehidupan masyarakat. Dalam pasar modal syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham, obligasi syariah dan Reksa Dana Syariah, sedangkan opsi, warant dan right tidak termasuk instrumen yang dibolehkan. Dalam konteks pasar modal di negara Sudan, sangat menentang transaksi ribawi, transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal syariah juga harus bebas dari transaksi yang tidak beretika dan amoral, seperti manipulasi pasar, transaksi yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), menjual saham yang belum dimiliki dan membelinya belakangan (short selling). Karenanya dalam berbagai literatur pendidikan di bidang ekonomi, Negara sudan menekankan pendidikan etika ekonomi seperti aspek-aspek bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), al-qimar/judi (gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and manipulation), darar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate infromation).
Untuk perdagangan Derivatif/Option yang bersifat penyertaan maupun utang, masih terjadi perdebatan di Negara Sudan, terutama tingkat resiko yang mengundang spekulatif. Hal ini terkait dengan nilai-nilai sufisme di negara Sudan ditengah pembangunan negara Sudan yang mengalami pasang surut politik internal, membuat pemerintah dan pengusaha sangat hati-hati terhadap peluang kerugian besar jika gagal. Hal yang paling menarik, kelompok Barat yang mengagungkan kapitalis sangat menghormati prinsip ekonomi Sudan, ini terbukti dengan ditandatanganinya berbagai perjanjian ekonomi, salah satunya perjanjian damai dengan SPLM/A (Sudan People Liiberation Movement / Army) pimpinan John Garang yang didukung penuh oleh Barat dan pada akhirnya tingkat pertumbuhan ekonominya sangat menakjubkan . Untuk tahun 2008-2009, Sudan berhasil mencapai angka pertumbuhan hingga 11.5 %.

Simpulan Awal
Dengan mendasarkan pada argumentasi antara yang pro dan kontra terhadap perdagangan derivative, serta kajian komparasi bisa ditarik kesimpulan bahwa saat ini paling tidak ada dua tujuan utama dari perdagangan derivative yaitu perlindungan (hedging) dan spekulasi. Secara khusus dapat dipahami bahwa pada awalnya derivative timbul dengan tujuan untuk melindungi perusahaan dari ketidakpastian atau fluktuasi ekonomi akibat dilakukannya transaksi bisnis. Dengan kata lain, tujuan utama derivative pada awalnya adalah untuk hedging. Hal ini berarti perusahaan dapat mengurangi risiko dari transaksi bisnis dengan mematok hal-hal tertentu (benchmark) seperti kurs sehingga jika suatu saat nanti terjadi fluktuasi yang tajam atas benchmark (misalnya kurs) kondisi Keuangan perusahaan akan tetap stabil karena telah dipatok sebelumnya. Oleh karenanya perusahaan dapat memfokuskan sumber dayanya untuk aktivitas lain yang lebih berguna daripada sekadar berkonsentrasi mengawasi fluktuasi benchmark.
Krisis ekonomi di dunia, khususnya di Indonesia, tahun 1997 memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi para pelaku ekonomi tentang kebijakan hedging. Di saat kurs rupiah terhadap USD terjun bebas dari sekitar 1 USD=Rp2.500 ke 1 USD=Rp 11.000 – Rp15.000, banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki hutang luar negeri dalam bentuk USD mengalami krisis keuangan karena nilai hutangnya melonjak hingga 6 kali lipat sehingga jumlah bunga yang harus dibayar membengkak. Sementara itu, perusahaan yang melakukan hedging atas kurs hutang luar negerinya selamat karena mereka tidak perlu membayar bunga hutang dengan kurs pasar saat itu melainkan cukup membayar bunga sesuai dengan kurs yang telah disepakati pada saat transaksi hedging sebelum terjadinya krisis.
Di sisi lain dapat dilihat bahwa saat ini tidak sedikit pemain di pasar uang yang melakukan perdagangan derivative dengan tujuan untuk mencari keuntungan yang luar biasa besar dalam jangka waktu yang pendek (spekulasi). Perusahaan yang melakukan spekulasi di perdagangan derivative bisa saja meraih keuntungan yang luar biasa besar dalam waktu yang singkat, seperti halnya yang terjadi pada Bank Barings sebelum bangkrut. Namun, perusahaan juga bisa mengalami kerugian yang sangat besar dalam waktu yang singkat akibat berspekulasi di pasar derivative. Dengan kata lain, uang yang berasal dari perdagangan derivative adalah “easy come, easy go” sama halnya seperti dalam perjudian. Selain itu, seringkali perusahaan tidak mengungkapkan hal ini kepada pemegang saham karena pada saat perusahaan menangguk keuntungan yang besar dari perdagangan spekulatif derivative biasanya pemegang saham tidak menanyakan atau tidak perduli dari mana datangnya keuntungan besar tersebut. Pemegang saham biasanya baru menyadari adanya perdagangan spekulatif derivative yang berisiko besar jika perusahaannya menanggung rugi akibat perdagangan derivative tersebut.
Secara umum dasar dan transaksi valas terletak pada katagori transaksi tunai (spot), jual putus (one shot deal), atau menggunakan tenggang waktu pada saat pertukaran mata uang yang mengalami fluktuasi sebagai salah satu cara melakukan spekulasi. Beberapa ulama menilai kriteria ‘tunai’ atau ‘kontan’ dalam jual beli yang dikembalikan kepada kelaziman pasar yang berlaku meskipun hal itu melewati beberapa jam penyelesaian (settelment-nya) karena proses teknis transaksi. Harga atas pertukaran itu dapat ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli atau harga pasar (market rate). Selanjutnya, terjadi Perbedaan Transaksi Valas didasarkan pada persoalan apakah transaksi ini mengandung riba atau tidak, dan apakah riba hanya berlaku pada enam komoditi ribawi (yaitu emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) atau bisa juga berlaku pada komoditi yang lain. Dari hal tersebut kemudian berkembang dalam perbedaan: ’illah hukum valas, proses aktifitas transaksi valas, dan akad valas
Menurut prinsip ekonomi Islam, jual beli mata uang yang disetarakan dengan emas (dinar) dan perak (dirham) haruslah dilakukan dengan tunai/kontan (naqdan) agar terhindar dari transaksi ribawi (riba fadhl), sebagaimana dijelaskan hadits mengenai jual beli enam macam barang yang dikategorikan berpotensi ribawi. Titik temu Dalam transaksi valas ini titik temu terletak kepada penilaian atas kesesuai dengan prinsip-prinsip dasar norma bisnis yakni diantaranya ketiadaan spekulasi (gambling) yang mendorong aktivitas bisnis yang tidak produktif dan transaksi ribawi yang mengakibatkan eksploitasi ekonomi oleh para pemilik modal (riba nasi’ah dan jahiliyah) atau yang tidak menumbuhkan sektor riil melalui perdagangan dan pertukaran barang sejenis yang ribawi (riba fadhl) sebagaimana yang terjadi pada transaksi trading instrumen derivatif di pasar sukunder terutama dengan underlying valas yang berpotensi memandulkan pertumbuhan ekonomi yang hakiki.
Titik temu dalam praktik transaksi valas dalam upaya untuk menghindari penyimpangan syariah, maka kegiatan transaksi dan perdagangan valuta asing (valas) harus terbebas dari unsur riba, maysir (spekulasi gambling) dan gharar (ketidak jelasan, manipulasi dan penipuan). Oleh karena itu jual beli maupun bisnis valas harus dilakukan dalam secara kontan (spot) atau kategori kontan. Motif pertukaran itupun tidak boleh untuk spekulasi yang dapat menjurus kepada judi/gambling (maysir) melainkan untuk memebiayai transaksi-transaksi yang dilakukan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah guna memenuhi kebutuhan konsumsi, investasi, ekspor-impor atau komersial baik barang maupun jasa (transaction motive). Disamping itu perlu dihindari jual-beli valas secara bersyarat dimana pihak penjual mensyaratakan kepada pembeli harus mau menjual kembali kepadanya pada periode tertentu dimasa mendatang, serta tidak diperkenankan menjual lagi barang yang belum diterima secara definitif (Bai’ Fudhuli).
Transakasi valas tidak dapat lepas dari perkembangan mata uang suatu negara tidak terkecuali di Indonesia dan negara Sudan sebagai kajian makalah ini. Dalam prosesnya transakasi valas mengalami berbagai dinamika yang kesemuanya bermuara kepada pengendalian variabel-variabel ekonomi untuk menciptakan stabilitas kurs valas, dan untuk itu pemerintah dituntut untuk menciptakan kebijakan-kebijakan yang tepat dalam menciptakan indikator-indikator fundamental ekonomi yang mendukung bagi terciptanya stabilitas dan keterjangkauan kurs valas. Seiring dengan hal tersebut Islam telah memberikan rambu-rambu bertransaksi yang seharusnya menjadi kewajiban para pelaku valas untuk membantu stabilitas keuangan dengan menggunakan konsep transaksi berbasis syari’ah. Apabila aktifitas valas sudah dilakukan dalam nilai-nilai syari’ah, maka kejujuran dan kekuatan transaksi valas di Indonesia dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain.. Pada simpulan awal ini, dalam berbagai dunia muslim khususnya tetap saja “Akan terjadi bencana keuangan di masa depan yang diakibatkan oleh penggunaan instrument keuangan yang tidak bijak”.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abdul Hamid Muhammad, al-Syi’ir wa al-Mujtami’ fi al-Sudan. Khartoum, Sudan: Dar al-Wa’yi, 1987
Al-Nabhânî, Taqî al-Dîn, Al-Nižâm al-Iqtişâdî Fî al-Islâm, Beirût: Dâr al- Ummah, 1990.
Marţân, Madkhal li al-fikr al-iqtişâdî fî al-Islâm.
Basyaib, Fachmi. Manajemen Resiko, Jakarta: Grasindo, 2007
Berlianta, Heli Charisma. Mengenal valuta asing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 2005
DeRosa, David F , Options on foreign exchange, New York: John Wiley, 2000.
Jorge Iván Canales-Kriljenko; Roberto Guimarães; Shogo Ishii; Cem Karacadag, Official foreign exchange intervention, Washington, DC : IMF, 2006.
European Economic Community, Sudan. Great Britain, Agreement Between The European Economic Community And The Democratic Republic Of Sudan On The Supply Of Skimmed Milk Powder As Food Aid, Brussels, 20 February 1975, London : H.M.S.O.,1975.
Haim Shaked, Middle East Contemporary Survey, Jilid 11.
Johan, Carl, Lindgrenrnational Monet, Gillian Garcia, and Matthew, Bank Soundness and Macroeconomic Policy. International Monetary Fund, 1996, h. 115
Judokusumo, Suhedi, Derivatif dalam Moneter Internasional, Jakarta: Grafindo, 2007/
Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisa Fiqh dan Keuangan Jakarta: The International Institute of Islamic Thought 2003.
Lapidus, Ira M. “Islam in Sudanic, Savannah, and Forest West Africa” dalam A History of Islamic Societies. Cambridge: Cambridge University Press, 1988).
Marţân, Sa’îd Sa’ad, Madkhal li al-fikr al-iqtişâdî fî al-Islâm, Beirût: Muassasah al-Risâlah, 1999, cet. 3,
Muzadi, Hasyim, “Spirit Sufisme: Kasus Sudan” dalam Spirit Sufisme Dalam Sistem Pemerintahan Obsesi Moralitas Anti Korupsi, dikutip dari http://www.setneg.go.id
Nugraha, Ubaidillah, Catatan Keuangan Dan Pasar Modal. Jakarta : Elex Media Komputindo, 2008
Prasetiantono, A Tony, Keluar Dari Krisis : Analisis Ekonomi Indonesia, h. 56
Rae, Dian Ediana, Transaksi Derivatif Dan Masalah Regulasi Ekonomi Di Indonesia, Jakarta : Elex Media Komputindo 2008
Safwat, Safiya, “Islamic Law in Sudan” dalam Aziz el-Ezmeh, Islamic Law: Social and Historical Contects, London dan New York, Routledge 1988.
Singh, Kavaljit. Taming Global Financial Flows, A Citizen’s Guide (Menjinakkan Arus Keuangan Global), Jakarta: INFID, 2005
Sunaryo, Manajemen Resiko Finansial, Jakarta: Salemba Empat, 2007.
Tambunan, Tulus, Perekonomian Indonesia: Teori Dan Temuan Empiris, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2001
Walmsley, Julian , New Financial Instruments, New York : Wiley, 1997.

Senin, 07 Februari 2011

PENDIDIKAN EFISIENSI: SEBUAH PENDEKATAN BUDAYA MASYARAKAT BELAJAR

Oleh: Heri Junaidi

Abstrak
Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Dalam beberapa kasus globalpun masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Ada dua isu yang sering mengemuka. Pertama isu tentang sistem penilaian dikaitkan dengan masalah mutu pendidikan serta sistem penerimaan siswa/mahasiswa baru dikaitkan dengan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan atau demokratisasi pendidikan. Kedua isu ini (kualitas dan kuantitas) saling terkait dan erat kaitannya dengan dana pendidikan yang tersedia. Untuk mewujudkan proses pembelajaran agar menghasilkan sumber daya yang bermutu memerlukan dana yang besar, terutama pengadaan alat-alat dan tenaga kependidikan. Sementara untuk memperbanyak daya tampung, diperlukan dana yang banyak membangun gedung atau ruang-ruang kelas baru. Oleh karena itu dana untuk pembiayaan penyelenggaraan pendidikan serta sistem penilaian hasil belajar masih merupakan isu dalam membangun pendidikan efisiensi dalam melakukan pendekatan budaya belajar.

Kata Kunci: Pendidikan efisiensi, Budaya, Masyarakat Belajar

Pengantar
Asumsi dasar tulisan ini bahwa budaya Pendidikan pada umumnya kurang menunjang terhadap perwujudan pendidikan yang bermutu. Hal ini tidak lepas dari sikap sentralistik komunitas dunia pendidikan yang lebih berpengaruh daripada konsep desentralisasi wewenang yang dianggap masih dianggap sulit dalam implementasi. Hal demikian tentu merupakan rintangan terhadap perubahan budaya pendidikan yang diperlukan untuk memperoleh mutu pendidikan yang lebih tinggi. Pada sisi yang sama gelombang globalisasi yang ditandai dengan kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain.
Dalam perspketif apapun pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Dalam beberapa kasus globalpun masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal (Salim, 2007, hlm. 147; Zuhal, 2008, hlm.17. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Pada aras ini, pendidikan efisiensi menjadi salah satu alternatif yang mungkin bisa menjadi kontribusi.

Memaknai Pendidikan Efisiensi
Pendidikan Efisiensi dalam makalah ini adalah merupakan jawaban atas pertanyaan tentang Out put apa dengan sumber daya lembaga yang tersedia, hasil out put untuk siapa (for whom). Asumsi tersebut bernilai bahwa usaha dalam pengembangan kependidikan didasarkan atas maqâshid dan setiap penggunaan yang menggagalkan realisasi maqâshid harus dipandang sebagai kesia-siaan dan inefisiensi. Dalam filosofis pendidikan efisiensi, katagori fasilitas bukan hanya berupa modal pergedungan dan modal tenaga kependidikan, tetapi juga bentuk-bentuk modal lainnya yang diketemukan dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu modal sosial (nilai-nilai keutamaan), modal kultural (kreativitas dan estetika), modal intelektual (teknologi dan informasi) dan modal spiritual (keyakinan dan semangat) [Sarkanputra, 2009, hlm. 6). Efisiensi atas modal-modal tersebut telah membebaskan dalam sistem pendidikan kapitalis yang hanya mengenal modal kelembagaan dan kependidikan saja.
Dalam perspektif lain, Efisiensi merupakan aspek yang sangat penting dalam manajemen sekolah, karena sekolah pada umumnya dihadapkan pada masalah kelangkaan sumber dana, dan secara langsung berpengaruh pada kegiatan proses belajar mengajar. Efisiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input atau sumber daya dengan output. Suatu kegiatan dikatakan efisien jika tujuan dapat dicapai secara optimal dengan penggunaan sumber daya yang minimal (Mulyasa, 2000, hlm. 6). Dikatakan pendidikan efisiensi jika ditemukan cara untuk menghasilkan tingkat prestasi siswa yang maksimal dari sejumlah sumberdaya yang ada untuk digunakan. Tingkat prestasi yang tinggi suatu sekolah kemungkinan efektif tetapi tidak efisien jika dalam menggunakan input-input sekolah secara berlebihan. Disisi lain suatu sekolah tidak mampu memanfaatkan sebaik mungkin input- input yang ada dengan mempertimbangkan keefisienan, tetapi tidak efektif karena tingkat prestasi siswa yang tidak mencukupi (Ray, 1991, hlm. 32).
Dalam perspektif tersebut, pengukuran efisiensi tidak akan menghadapi banyak kendala jika suatu lembaga pendidikan hanya memiliki satu input dan satu output dalam proses produksinya. Realitas dilapangan jarang dijumpai karena sekolah biasanya memerlukan multi input dan menghasilkan multi output. Pengukuran efisiensi teknis yang mengutamakan multi input-output akan memberi konstruk baru pada pengukuran kinerja sekolah dan dapat menjelaskan kinerja sekolah secara riil. Dengan ditemukannya faktor penyebab ketidakefisienan, maka dapat dilakukan kebijakan koreksi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas output sekolah. Hasil riset Booz-Allen dan Hamilton yang menempatkan Indonesia pada posisi paling bawah dari 9 negara responden mengenai indek pendidikan efisiensi di Asia.
TABEL 1.2
INDEKS EFISIENSI DAN INDEX GOOD GOVERNANCE DI ASIA
No Negara Indeks
Good Indeks Efisiensi Klasifikasi
1 Singapura 8.93 10.00 Tinggi
2 Jepang 8.91 10.00 Tinggi
3 Hongkong 8.91 10.00 Tinggi
4 Malaysia 7.72 9.00 Sedang
5 Taiwan 7.37 6.75 sedang
6 Kore Selatan 5.50 6.00 Sedang
7 Filipina 3.47 4.75 Rendah
8 Thailand 4.89 3.25 Rendah
9 Indonesia 2.88 2.50 Rendah
Sumber : Manulang (2002, hlm 54-55) Dikutip dari M. Ikhwan, 2004, hlm. 5
Dari tabel 1.2, Bila indeks 8-10 adalah efisiensi tinggi, 5,0 sampai 7,9 adalah efisiensi sedang dan kurang dari 5 adalah efisiensinya rendah, hal ini berarti negara Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya, pendidikan di Indonesia efisiensinya yang paling rendah. Hal yang sama juga terjadi pada index good governance. Ketidakefisienan dunia pendidikan di negara Indonesia berhubungan dengan kualitas pendidikan di Indonesia secara umum. Rendahnya indeks good Governance di Indonesia menggambarkan bahwa pelayanan publik di Indonesia belum diberikan secara prima. Dari kedua hal tersebut mengidentifikasikan bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia berjalan lamban. Lambatnya proses ini terkait dengan pelaksanaan good Governance yang rendah, yang mengidentifikasikan bahwa manajemen pendidikan di Indonesia berjalan kaku (Ikhwan, 2004, hlm. 4-5).
Dalam kontruk pendidikan efisiensi telah dibangun berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka memperbaiki kualitas pendidikan. Upaya tersebut diantaranya adalah digulirkannya model Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) dari Kementrian Pendidikan Nasional , alokasi dana peningkatan mutu yang dikenal dengan nama BOMM, peningkatan alokasi anggaran beasiswa melalui bantuan khusus murid (BKM), penambahan kesejahteraan guru melalui bantuan khusus guru (BKG), mulai diterapkan kurikulum barn yang berbasis kompetensi secara bertahap pada tahun 2004, serta amandemen UUD 45 yang mengamanatkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari total APBN dan APBD.

Realitas Pendidikan Efisiensi di Indonesia
Pemaknaan yang hampir sejalan terhadap pendidikan efisiensi adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna. Realitas di lapangan memperlihatkan tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
Problem tersebut semakin mengkristal dengan pendapat yang beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi. Asumsi seperti itu yang menyebabkan pendidikan efisiensi di Indonesia sangat rendah.
Pada ghalibnya setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain. Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia.
Salah satu yang menjadi acuan adalah masalah gengsi yang ikut membangun rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia. Banyak hal di dunia ini yang menggambarkan penyimpangan dari sintesis umum. Logika mengatakan misalnya semakin murah harga barang yang dijual maka akan semakin laku dagangan tersebut. Berdasarkan contoh tersebut di atas, maka teori tersebut tidaklah selalu berlaku dalam situasi tertentu. Semakin menguntungkan suatu usaha mungkin semakin banyak diminati orang. Sintesis ini juga tidak selamanya benar. Ambil contoh dalam kasus menabung di bank. Mengapa orang yang menabung di BKK atau koperasi sangat terbatas? Padahal di situ lebih banyak memberikan keuntungan jika dilihat dari suku bunga tabungan. Sementara mengapa semakin hari semakin banyak nasabah BCA yang justru memberikan suku bunga yang relatif lebih kecil. Kenapa bisa demikian? Gejala tersebut adalah sebagai akibat bertambahnya kesejahteraan manusia. Ketika kebutuhan primer sudah tercukupi, maka manusia cenderung akan mengejar kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatnya.
Terpenuhinya setiap hak dasar kebutuhan ekonomi bagi manusia adalah suatu keharusan (dharûriyah), sebagai indikator dari wujud ‘kesejahteraan’ minimal; dan juga sebagai perangkat perantara untuk menghadirkan suatu ‘masyarakat sejahtera’ yang menjadi tujuan dari setiap usaha pembangunan. Oleh karenanya pembangunan terkait dengan pemenuhan setiap kebutuhan pada skala tersebut harus menjadi prioritas utama, sebelum pembangunan pada sektor-sektor yang memproduksi kebutuhan bersifat skunder. Jika kebutuhan dharûriyah (primer) merupakan ‘hak dasar kebutuhan’ setiap individu (Saifullah, 2009, hlm. 60). Menurut Abraham Maslow manusia mempunyai lima kebutuhan yang membentuk tingkatan-tingkatan atau disebut juga hirarki dari yang paling penting hingga yang tidak penting dan dari yang mudah hingga yang sulit untuk dicapai atau didapat. Motivasi manusia sangat dipengaruhi oleh kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi. Dalam konsep Islam maşlahah sebagai tujuan dari maqâşid syarî’ah yang menjamin keselamatan al-dharûriyât al-khams terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu: kebutuhan ekonomi pada skala dharûriyah, hâjiyah dan tahsîniyah sebagai kebutuhan skunder. Pertama, dharûriyât: sebagai maslahat pokok dan paling dasar bagi kehidupan manusia, baik secara agama maupun kehidupan dunia; ketiadaan maslahat tersebut, merusak sendi kehidupan, hilangnya kenikmatan abadi dan akan menuai azab di akhirat kelak Kedua, hâjiyât: ketiadaan maslahat ini, atau tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi pada skala hâjiyah, tidak menyentuh eksistensi keberadaan hidup manusia, tapi hanya menyebabkan kesulitan dalam hidup, juga tidak menimbulkan masalah atas maslahat pokok, sifatnya hanya untuk memenuhi kesenangan dan kenyamanan hidup. Ketiga, tahsîniyât: berkenaan dengan kemewahan hidup, berada pada tingkatan kepentingan setelah dua maslahat di atas (Syatibi, jld. 1, hlm. 38).
Hubungan dengan gengsi dan harga diri yang sekarang sudah merupakan kebutuhan pokok yang ke-2 setelah kebutuhan pokok terpenuhi. Gengsi juga merasuk dalam dunia pendidikan. Contoh sederhana dengan cara menumbuhkan gengsi dengan cara membangun sekolah yang mewah, berkualitas, disiplin tinggi dan mahal. Ketika pendidikan efisiensi itu terbentuk dalam struktur yang benar, maka akan menghasilkan out put yang berdaya guna, namun ketika fasilitas mewah itu sebagai kerangka mencari peminat namun kemudian terjadi perebutan kekuasan internal maka pendidikan efisiensi menjadi tatanan teori dan simbol-simbol balighah yang tidak menghasilkan nilai. Mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang lembaga kependidikan yang berproses secara efisien.
Pengelola pendidikan menawarkan berbagai daya tarik pada orang tua calon siswa sebagai customer. Di antara konsep pendidikan “menarik” yang merupakan bumbu penyelenggaraan pendidikan tersebut, antara lain: (1) Multiple Intelligence; (2) Flash Card Glen Doman; (3) Brain Based Learning; (4) Neuro Learning Process; (5) Quantum Learning; (6) Brain Gym; (7) The Golden Age Period; (8) Mozart Effect; (9) Early Intervention and Early Child Education. Pergeseran ini terjadi seiring dengan perilaku masyarakat dalam memandang pendidikan. Pendidikan yang sebelumnya merupakan kebutuhan sekunder telah dipandang sebagai kebutuhan utama. Dalam hal memenuhi kebutuhan utamanya ini, masyarakat memilih sesuai dengan kemampuan yang sangat terkait dengan ekonomi untuk memperoleh kualitas layanan yang setinggi-tingginya. Hal ini menciptakan kultur elitisme di kalangan sekolahsekolah “noble industry” tersebut. Padahal masyarakat banyak, mahalnya biaya pendidikan seringkali masih merupakan problem yang tak terpecahkan.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat. Mahalnya sebab tidak hanya berbicara tentang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang dipilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Ada dalam pendidikan formal yang membuat jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00. Hal tersebut jelas tidak mengajarkan pendidikan efisien, karena peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, bimbingan. Pendidikan efisiensi dari aspek mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih. kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya seorang yang memiliki kompetensi di bidang matematika namun mengajar biologi, atau bahasa Indonesia. Alih-alih pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.
Pendidikan efisiensi tidak muncul juga pada aspek kurikulum yang selalu berubah-rubah kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, dari teacher centred ke student centred. Apalagi pelatihan untuk hal tersebut tidak tersosialisasi secara merata dan berhubungan dengan cost biaya pendidikan yang ditetapkan terbatas. Dalam pengalokasian pembiayaan pendidikan di Indonesia, hasil riset Sabiran menunjukan adanya kecenderungan perbedaan pola pembiayaan pendidikan. Perbedaan pola ini menyebabkan penyebaran mutu sekolah antara sekolah negeri dan swasta menjadi timpang. Perbedaan antara sekolah yang tergolong baik dengan sekolah yang tergolong sedang dapat dilihat dari sumber dana yang diperoleh.
Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa adanya ketidakmerataan dalam sistem pengalokasian dana pada sekolah negeri dan sekolah swasta antara lain (1) pengeluaran gaji untuk sekolah negeri relatif tidak ada perbedaan, sedangkan disekolah swasta bebeda antara sekolah kategori balk dan kategori sedang; (2) pengeluaran untuk proses belajar mengajar disekolah negeri kategori baik cukup besar, sedang disekolah swasta kategori baik lebih besar dibandingkan dengan sekolah swasta dengan kategori sedang; (3) pengeluaran untuk sarana prasarana disekolah negeri kategori balk cukup besar, sedang disekolah swasta dengan kategori sedang pengeluaran sarana prasaranya justru lebih besar; (4) pengeluaran ekstrakurikuler lebih banyak disekolah dengan kategori cukup, terutama di sekolah swasta.
Secara umum pengeluaran untuk gaji mendapat porsi paling besar dan hanya sebagian kecil untuk pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, proses belajar mengajar dan kegiatan pengembangan siswa yang berdampak pada mutu pendidikan. Pola pembiayan dari pemerintah yang masih timpang dan diskriminatif, terlihat dan perbedaan biaya langsung atau tidak langsung yang dibayarkan oleh orang tua siswa ke sekolah. Orang tua siswa membayar lebih banyak bagi anak-anak yang sekolah di sekolah swasta, dibandingkan dengan sekolah negeri. Dalam konstruknya pendidikan efisiensi bisa disebut juga sebagai upaya pemberdayaan maksimal civitas akademik dan stakeholder berpegang pada asas kebersamaan, kekeluargaan, kerjasama. Capaian-capaian tersebut ditransformasikan menjadi solidaritas pengembangan lembaga pendidikan. ketidak-efisiennya, berarti civitas akademik dalam wilayah masing-masing kerja dianggap tidak hanya akan merusak sumber-sumber daya yang telah disediakan sebagai suatu bentuk amanah, melainkan juga menimbulkan ketidakadilan kepada para siwa dan stakeholder.
Selanjutnya, menimbulkan pertanyaan pula apakah strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan pendidikan efisiensi dapat lebih memberi makna well being yang lebih mapan, dengan ukuran-ukuran (performance criteria) barunya seperti ”alumni yang siap masuk kejenjang lebih tinggi, ”pemenuhan kebutuhan pokok sebagai seorang pelajar”, ”peningkatan kualitas kehidupan” (quality of life), ”pembangunan manusia” (human development), ataupun bagaimana transformasi ilmu dari yang didapat di satu lembaga dapat berdaya guna di masyarakat dan dunia kerja. Efisiensi dapat pula mengukur kemampuan pendidikan untuk menghasilkan output dengan mempertimbangkan input yang digunakan. Dalam pendidikan sekolah dasar dan menengah, tingkat efisiensi mengukur kemampuan usaha tersebut dalam menjalankan fungsi intermediasinya. Pendidikan efisien merupakan untuk menciptakan mashlahah yang optimum bagi konsumen atau bagi manusia secara keseluruhan (Sarkaniputra, 2004, hlm. 6)


Menakar Solusi Konstruktif
Islam memberikan rambu-rambu nilai-nilai pendidikan efisiensi dimana pendidikan menjadi wasi>lah al-haya>t dengan dasar bahwa Dunia ini, semua harta dan kekayaan sumber-sumber adalah milik Allah dan menurut kepada kehendak-Nya (QS.al-Baqarah[2]:6; QS. Al-Mâidah [5]:120). Manusia sebagai khalifah-Nya hanya mempunyai hak khilafat dan tidak absolut dan wajib melaksanakan hukum-hukumnya, serta menjauhi larangannya. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif dan hanya sebatas untuk melaksanakan amanat mengelola dan memanfaatkannya sesuai dengan ketentuannya (Q.S. al-Hadi>d [57]:7). Mereka yang menyatakan pemilikan eksklusif tidak terbatas berarti ingkar kepada kekuasaan Allah (Mahmud, 2005, hlm. 413).
Dalam bahasa Einstein, manusia tidak mampu menciptakan energi, yang mampu manusia lakukan adalah mengubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lain. Syari’at mengajarkan bahwa harta hanya sebagai perhiasan, dan manusia sebagai salah satu makhluk yang berasal dari substansi yang sama memiliki perasaan dan sikap untuk menguasai dan menikmati harta dengan tidak berlebih-lebihan (QS. Ali Imra>n [3]: 14). Sedangkan perbedaan jumlah harta tidaklah menunjukkan tingkat kedekatan kepada Allah Swt. perbedaan terletak pada ketaqwaan, dan perbuatan amal salehnya. (Q.S.Al-Baqarah [2]:213; QS. Al-Mu’mi>n [40]:13). Sedangkan, ketidakmerataan karunia nikmat dan kekayaan sumber-sumber ekonomi kepada perorangan maupun bangsa adalah kuasa pula, agar mereka diberi kelebihan untuk menegakkan sikap egalitarian yakni pandangan dimana manusia itu mempunyai harkat dan martabat yang sama sesuai dengan Allah berikan, yaitu predikat mulia terhadap seluruh umat manusia (Abdurrahman, 2003, hlm. 74).
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain (Davis, 1994, hlm. 66-67). Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk ikut serta dalam belajar. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah, karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai mengenal arti belajar. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam membangun yang diimplementasikan dalam setiap masa (Morris, 1991, hlm. 225; Smith, 2007, hlm. 62-63).
Dalam membangun hak dan kewajiban dalam pendidikan efisiensi menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Alam semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya (Wawla, 1998, hlm. 321). Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi diantara makhluk-makhluk yang telah dicipta¬Nya, dan segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit ditempatkan di bawah perintah manusia. Dia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya ini sebagai khalifah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah ini dengan berpijak pada nilai-nilai hak dan kewajiban (Ayub, 2007, hlm. 25) .
Status khalifah berlaku umum bagi semua manusia, termasuk para pelaku dunia pendidikan; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah) dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian Islam tidak memberikan superioritas kepada kepada siapapun, Karena itu Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Tidak ada pembedaan bisa diterapkan atau dituntut berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban pendidikan setiap individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial (Wawla, tt, hlm. 325).
GAMBAR 1
EFISIENSI DALAM MEMBANGUN HAK DAN KEWAJIBAN BERSAMA
















Pendidikan efisiensi membangun kebersamaan dalam pengembangan Sumber daya manusia bersandarkan pada konsep penguasaan ketrampilan (skill), kecakapan (dexterity), dan penilaian (judgment). Karenanya pembangunan (development) yang tepat adalah pemberdayaan manusia dengan cara yang terbaik yang ditujukan untuk kegiatan produktivitas yang berupa pengembangan keterampilan, dan pengetahuan. Pada prinsipnya, Sumber daya manusia bukanlah sesuatu yang sudah ada sejak lahir, melainkan kemampuan yang diperoleh kemudian sehingga SDM bisa ditingkatkan dan diperbaiki. Upaya menganalisis kualitas SDM dapat dinilai dari sisi fisik dan non fisik. Dari sisi fisik dapat dinilai dari angka kematian, usia harapan hidup, ukuran dan bentuk tubuh, kekuatan dan kesegaran tubuh. Sedang dari sisi bukan fisik, tingkat kepercayaan dan keimanan, tingkat kesetiakawanan sosial, kemampuan hidup penduduk yang selaras dengan tuntutan lingkungan. Dalam kehidupan ekonomi, Al-Qur’an menunjukkan banyak sekali tuntunan tatalaku agar manusia sukses di dunia dan akhirat secara seimbang (Q.S. al-Qas}as (28): 77). Kebahagiaan dan keberuntungan di akhirat merupakan insentif moral, agar orang menciptakan kebaikan dan menghindari kerusakan dan agar orang memanfaatkan kesempatan yang diperoleh dalam kehidupan di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Karena perhitungan dan kebahagiaan di akhirat ditentukan berdasarkan pada perbuatan di dunia.
Antara pola analisis kualitas SDM dengan dibangun etika ekonomi Islam menunjukkan bahwa Sumber daya manusia bukanlah alat produksi yang sekedar memberi keuntungan semata, lebih dari itu peningkatan SDM bersama membangun sinergisitas bersama dengan dasar etika dan manusiawi. Kebersamaan dalam membangun Sumber daya manusia tidak dapat lepas pada prinsip dasar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang membentuk keseimbangan antara kebendaan dan rohaniah. Keberhasilan sistem ekonomi Islam tergantung kepada sejauh mana penyesuaian yang dapat dilakukan di antara keperluan kebendaan dan keperluan rohani/etika yang diperlukan manusia (Q.S. al-Ahza>b [33]:72; QS.Hu>d [11]:61; Q.S.al-Baqarah [2]: 30) [Atiyah, 2003, 78].
Pemanfaatan kemajuan dicapai oleh ilmu pengetahuan bisa dinikmati oleh masyarakat dari semua strata ekonomi. Nilai-nilai sosial dan humanitarin merupakan Ultimat melalui proses filterisasi moral yang bertujuan menjaga self-interest dalam batas-batas kemaslahatan sosial (social interest), dalam arti bahwa pengembangan Sumber daya manusia dilakukan dengan cara mengubah preference individu menurut prioritas sosial dan menghapuskan atau meminimalkan penggunaan sumber-Sumber daya yang bertujuan menggagalkan realisasi kemaslahtan sosial". Sistem pendidikan efisiensi pada dasarnya mendorong terjadinya equilibrium antara self-Interest dan social Interest, sehingga paradoks-paradoks yang lahir dari ketidak keseimbangan antara dua nilai ini dapat diminimalisir (Hafner, Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal, Kapitalisme dan Demokrasi, (Hafner, 2000, hlm. 212).
Upaya mencapai hal tersebut diperlukan keorganisasian yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perseorangan. Organisasi sebagai satuan sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri dari dua orang atau lebih yang berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan atau seperangkat tujuan bersama antar pemimpin (ar-ra>i) dan yang dipimpin (ar-raiyyah). Perubahan lingkungan pendidikan dan kemajuan teknologi informasi menuntut organisasi untuk memperbaharui konsep tentang kepemimpinan dalam rangka menghadapi persaingan global, kepemimpinan kerap kali dipandang sebagai kualitas pribadi yang didefinisikan dengan jelas seperti visi, kharisma, intelegensi dan keuletan yang hanya dimiliki segelintir orang saja, namun sebenarnya konsep kepemimpinan hendaknya dipahami bukan saja sebgai serangkaian kualitas individu tetapi lebih sebagai fenomena relasional.
Pengaruh pemimpin merupakan salah satu aspek terpenting kepemimpinan dalam kaitannya dengan efektivitas kepemimpinan, usaha bawahan dan kepuasan kerja bawahan, Kunci efektivitas kepemimpinan adalah perilaku yang disesuaikan dengan situasinya. Pemimpin efektif akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik, tidak hanya ditunjukkan dari kekuasaan yang dimiliki tetapi juga ditunjukkan dari sikap atasan memotivasi karyawan dalam melaksanakan tugasnya dan meningkatkan produktifitas kerja (Hafner, 2000, hlm. 212).
Dari berbagai perspektif tersebut maka terlihat tata letak efisiensi kebersamaan dalam pengembangan Sumber daya manusia pada aspek pembangunan tata nilai keseimbangan dalam struktur kerja. Kebersamaan dalam meningkatkan kualitas etos kerja dan produktifitas dengan tidak memilah kelompok kerja dan membangun informasi berdaya saing di setiap kelompok usaha. Setiap pelaku ekonomi diberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas kerja, sehingga terjalin kebersamaan meningkatkan “kebutuhan” untuk memenuhi hak dasar hidup. Kualitas Sumber daya manusia tidak bisa terjalin dengan baik, jika masih terjadi kesenjangan sosial dengan pola kerja statis dan pemimpin yang tidak membangun kemitraan. Pengalaman kerja dan pelatihan tidak hanya untuk satu kelompok sementara kelompok lain hanya belajar dengan realitas lingkup kecilnya sendiri. Karenanya ilmu bantu semisal studi kelayakan, manajemen usaha, dan manejemen Sumber daya manusia semakin menjadi penting dalam menilai pola dan cara kerja menuju kebersamaan usaha.
GAMBAR 2.18
EFISIENSI KEBERSAMAAN PENGEMBANGAN SDM








Sumber: Hasil Olah Data, 2010.

Dalam pendidikan efisiensi, semua aktifitas tersebut dibutuhkan pula kreatifitas yang tidak bebas nilai. Kreativitas merupakan cara berpikir yang selalu berkembang dan inovatif sesuai dengan jamannya. Manusia diberikan kelebihan oleh Sang Pencipta berupa akal dan pikiran. Dengan akal tersebut kita bisa melakukan perenungan dan pemikiran sebagai proses untuk dapat melakukan sesuatu yang akan membuahkan hasil. Hasil itu akan baik dan bermanfaat jika dikemas dengan sesuatu yang punya nilai kreatif (Mehmed, 2001, hlm. 84). Gaya kreativitas merupakan cara seseorang dalam mengakomodasikasikan proses berpikir kreatifnya. Proses tersebut dibagi dalam dua macam yaitu: Pertama, adaptive problem solving. Gaya ini cenderung dimiliki oleh orang yang menggunakan kreativitasnya untuk menyempurnakan sistem dimana mereka bekerja. Hal-hal yang terlihat pada cara mereka yang akan berusaha sebaik mungkin untuk membuat sistem menjadi lebih baik, lebih cepat, lebih murah dan efisien. Apa yang mereka lakukan akan dapat dilihat hasilnya secara cepat. Oleh karena itu mereka lebih sering mendapat penghargaan.
Kedua, innovative problem solving, gaya ini dimiliki orang dimana cara kerjanya cenderung menantang dan mengubah sistem yang sudah ada. Mereka ini sering disebut sebagai “agent of change” karena lebih memfokuskan pada penemuan sistem baru daripada menyempurnakan yang sudah ada. Dalam perusahaan mereka biasanya ada pada bagian-bagian yang melakukan riset, penciptaan produk baru, mengantisipasi kebutuhan pelanggan tanpa diminta, dan orang-orang yang menjaga kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Kedua gaya tersebut tidak bisa bebas nilai, tetap berpijak pada nilai-nilai Syari’ah (Choudary, 2000, hlm. 34). Dalam melakukan kreatifitas usaha dilakukan dengan tahapan yaitu: Pertama, eksplorasi, Pada tahap ini pekerja mengidentifikasikan hal-hal apa saja yang ingin dilakukan dalam kondisi yang ada dalam lingkungan proses berpikir kreatif. Kedua, Inventing, Pada tahap ini, sangat penting bagi perusahaan atau usaha untuk melihat atau mereview berbagai alat, teknik dan metode yang telah dimiliki yang mungkin dapat membantu dalam menghilangkan cara berpikir yang tradisional.
Ketiga, Tahap memilih dimana satu perusahaan atau satu usaha mengidentifikasi dan memilih ide-ide yang paling mungkin dan mudah untuk dilaksanakan. Keempat, implementasi, Tahap akhir untuk dapat disebut kreatif adalah bagaimana membuat suatu ide dapat diimplementasikan. Seseorang bisa saja memiliki ide cemerlang, tetapi jika ide tersebut tidak dapat diimplementasikan, maka hal itu menjadi sia-sia saja, atau dapat diimplemtasikan namun melanggar aturan-aturan, maka hal itu juga tidak dapat dibenarkan (Asyaari, 2000, hlm. 22-23).
Pendidikan efisiensi mengarahkan pada pengambil kebijkan agar seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat. Ayat di atas bermakna bahwa janganlah seseorang merugikan orang lain, dengan cara mengurangi hak-hak yang seharusnya diperolehnya (Shihab, 2000, 342). Dalam pengertian yang lebih jauh, hak-hak dalam upah bermakna bahwa janganlah mempekerjakan upah seseorang, jauh dibawah upah yang biasanya diberikan. Misalnya saja untuk seorang staf administrasi, yang upah perbulannya menurut pasaran adalah Rp 900.000,-. Tetapi di lembaga pendidikan memberi upah Rp 500.000,-. Hal ini berarti mengurangi hak-hak pekerja tersebut. Dengan kata lain, perusahaan tersebut telah memotong hak pegawai tersebut sebanyak Rp 400.000,- perbulan. Jika ini dibiarkan terjadi, maka lembaga kependidikan sudah tidak berbuat layak bagi si pekerja tersebut.
Kebebasan berusaha dan berkreatifitas dapat berjalan dengan optimal, manakala upah dalam dimensi moral yang bercirikan adil dan layak dilaksanakan. Dalam arti bahwa adil diberikan harus jelas, transparan dan proporsional sesuai dengan tingkat kreatifitas yan dibuat, layak berarti dapat mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan papan serta tidak jauh berada di bawah pasaran. Aturan manajemen upah ini perlu didudukkan pada posisinya, agar memudahkan bagi kaum muslimin atau pengusaha muslim dalam mengimplementasikan manajemen syariah dalam pengupahan karyawannya di perusahaan. Nabi Muhammad Saw. mewariskan pula pilar tanggung jawab dalam kerangka dasar etika bisnisnya. Kebebasan harus diimbangi dengan pertanggungjawaban manusia, setelah menentukan daya pilih antara yang baik dan buruk, harus menjalani konsekuensi logisnya (Q.S. al-Muddathir [74]: 3; Q.S. Al-An'a>m [6]:164; Q.S. Al-Ra’ad [13]: 11; Q.S. Al-Anfa>l [8]: 25.
Pada umumnya, tantangan sekolah bersumber dari output sekolah yang dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu kualitas, produktivitas, efektifitas dan efisiensi (Depdiknas,2003). Kualitas adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, kualitas yang dimaksud adalah kualitas output sekolah yang bersifat akademik misalnya NEM, LKIR dan non akademik misalnya olahraga dan kesenian. Mutu output sekolah dipengaruhi oleh tingkat kesiapan input dan proses persekolahan. Produktivitas adalah perbandingan antara output sekolah dibanding input sekolah. Baik output maupun input sekolah adalah dalam bentuk kuantitas. Kuantitas input sekolah yaitu jumlah guru, modal sekolah, bahan, dan energi. Kuantitas output sekolah yaitu jumlah siswa yang lulus sekolah tiap tahunnya. Jika tahun ini sebuah sekolah lebih banyak meluluskan siswanya daripada tahun lalu dengan input yang sama, maka dapat dikatakan bahwa tahun ini sekolah tersebut lebih produktif daripada tahun sebelumnya. Efektivitas adalah ukuran yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai. Dalam bentuk persamaan efektivitas sama dengan hasil nyata dibagi dengan basil yang diharapkan. Jika NEM SMA idealnya berjumlah 70, namun NEM yang diperoleh siswa hanya 40, maka efektivitasnya adalah 40 : 70 57,14%.

Kesimpulan
Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat ini diwujudkan oleh pemerintah melalui penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi yang tertuang dalam dokumen Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada awal kemerdekaan, Indonesia mewarisi banyak sekolah-sekolah peninggalan Belanda, baik sekolah dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Adanya infrastruktur pendidikan peninggalan Belanda tersebut mempermudah pemerintah dalam menstrategikan penyelenggaraan pendidikan, dalam artian tidak memulainya dari titik nihil. Kenyataan inilah yang menimbulkan kesadaran pemerintah akan pentingnya pendidikan.
Pada awal kemerdekaan, Indonesia memberikan perhatian yang cukup besar pada penyelenggaraan pendidikan tinggi. Hal ini terbukti dengan restrukturisasi perguruan tinggi yang sebelumnya dikelola oleh Belanda, yakni Universiteit van Indonesie (Universitas Indonesia) terestrukturisasi menjadi ITB, IPB, Unpad, Unair dan Unhas. Kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi ini juga terlihat pada banyaknya perubahan sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi. Perubahan tersebut tercermin pada Kerangka Pembangunan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPT-JP) yang ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1975. Dokumen KPPT-JP ini selalu diperbaiki setiap sepuluh tahun sekali dengan pemberian penekanan tertentu pada arah pengembangannya. Dari semua Pendidikan efisiensi dalam semua program apapun harus dapat masuk dalam Inti dari budaya pendidikan baru yang perlu ditegakkan adalah terwujudnya pendidikan yang menempatkan Anak Didik sebagai titik sentral. Hingga kini yang menjadi titik sentral adalah Pemerintah dengan berbagai peraturannya.
Budaya pendidikan yang sekarang diperlukan titik sentral ditempatkan pada Anak Didik dengan maksud agar segala potensi positif yang terkandung pada dirinya dapat berkembang dengan leluasa serta menjadikannya manusia yang lebih bernilai, baik dilihat dari segi Inteligensi Rasional (IQ), Inteligensi Emosional (EQ) maupun Inteligensi Spiritual (SQ). Di samping hal-hal yang bersifat rohaniah ini juga diharapkan berkembang kondisi jasmaniah Anak Didik untuk menjadi manusia yang sehat kuat dan mandiri lahir batin. Dengan sikap demikian dapat diharapkan bahwa besarnya penduduk Indonesia yang sudah melampaui 200 juta orang dan hidupnya tersebar di wilayah nusantara yang dapat dinamakan benua maritim, ada maknanya. Budaya pendidikan ini merupakan landasan bagi terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan sejahtera lahir batin. Semua faktor lainnya yang telah disebutkan mengusahakan agar Budaya pendidikan itu terwujud sesuai dengan perannya di bidang masing-masing.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Moeslim , Islam Sebagai Kritik Sosial Jakarta: Erlangga

Al-Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi> Ahmad ‘Abd al-Kari>m, 1997, Al-Niza>m al-Iqtişa>di fi> al-Isla>m (Kairo: Maktabah al-Wahbah.

Al-Syâţibî, tt, Al-Muwâfaqât fî Uşûl al-Syarî’ah, jld. 2,

Attiyah, Jamaluddin, 2003. Nahwa Taf’i>l al Maqa>sid, Beirut: Dar al-Kutub al-Arabiah
Chakraborty, Kalyan, 2001. Measurement of Technical Efficiency in Public Education: Astochastic and Non Stochastic Production Function Approach". USA: Sourthern Economic journal, NO 64(4)-889-905

Davis, John Bunnell, 1994, the Social Economics of Human Material Need, Carbondale u.a. Southern Illinois Univ. Press..

Hafner, Roobert W. 2000, Islam Pasar Keadilan: Artikulasi Lokal, Kapitalisme dan Demokrasi, Yogyakarta: LKIs, 2000

Hanafi, Mamduh M. tt, Manajemen, Yogyakarta: UPP AMPYKM, tt

Ikhwan, Muhammad, 2007, Analisis Efisiensi Lembaga Pendidikan, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang

Iqbal, Muhammad 2004, The Reconstruction Of Religious Thought In Islam (Lahore: Sang-E-Mell Publications.

Mamud, Amir , 2005, Islam dan Realitas Sosial di Mata Intelektual Muslim Indonesia ,Jakarta: Edu Indonesia Sinergi.

Mehmed, Ozay, 2001, Islamic Identity and Development: Studies of The Islamic Periphery (New York: Chapman and Hall Inc.
Morris, Brian, 2000, Western Conceptions of the Individual, New York; Oxford: Berg

Sabiran. 2003. Profil Pembiayaan Pendidikan Untuk Meningkatkan Mutu dan Pemerataan Pendidikan Dasar. WWW.Depdiknas.go.id download 2004

Salim, Agus, 2007, Indonesia Belajarlah: Membangun Pendidikan Indonesia, Semarang: Tiara Wacana, 2007

Sarkanipitra, Murasa, Adil dan Ihsan dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jakarta: P3EI, 2004), 6.

Smith, Roger, 2007, Being Human: Historical Knowledge and the Creation of Human Nature (New York : Columbia University Press

Zuhal, 2008, Kekuatan Daya Saing Indonesia: Mempersiapkan Masyarakat Berbasis Pengetahuan, Jakarta: Penerbit Buku Kompas