Minggu, 03 April 2011

AKAR BUDAYA DAN TEOLOGIS KEUANGAN ISLAM DAN RESISTENSI DI NEGARA NON MUSLIM

Akar budaya keuangan Islam:
Budaya Keuangan Islam berpijak kesejahteraan sosial, persamaan, persaudaraan, kebebasan bekerja untuk mengumpulkan uang, Distribusi pendapatan yang adil. Konsep kesejahteraan sosial menitikberatkan pada bidang ekonomi dan bersifat sebagai bantuan sosial dan kemanusiaan. Karena itu konsep ini meletakkan dasar pemerataan dari segala sesuatu yang telah dikaruniakan kepada hambaNya. Pemerataan tidak memandang bagaimana dan siapa orangnya, tapi memusatkan perhatiannya pada suatu hak mutlak, bahwa segala sesuatu yang telah diberikanNya kepada para hambaNya itu semata-mata hak dan milik Allah. Karena itu bagaimanapun dan siapapun orangnya, dia berhak untuk menikmati semua pemberian Allah tadi. Dan bagi mereka yang tidak sempat menikmatinya, maka hak ini "dilekatkan" pada mereka yang berkecukupan/mampu sebagai suatu kewajiban, agar mereka itu menyalurkannya kepada mereka yang berhak untuk menerima dan menikmati segala pemberianNya. Disinilah pokok pangkalnya mengapa prinsip kesejahteraan ini menjadi salah satu wujud persamaan, manusia sebagai ciptaanNya mempunyai hak yang sama, sedang dalam arti nilai kemuliaan mereka itu tidak sama. Di dalam mengejawantahkan konsep kesejahteraan sosial ini, Islam sarat dengan ajaran-ajaran luhurnya yang tidak mengenal ras, kulit, bangsa dan agama. Namun lebih menitikberatkan pada prinsip tolong menolong, perikemanusiaan, keadilan dan sebagainya yang harus ditegakkan sebagai pilar kehidupan mereka yang miskin, yatim-piatu, peminta-minta, gelandangan, hamba sahaya, dan sebagainya. Untuk itu para ulama memaknai kesejateraan sosial dengan dasar diantaranya (1) Kepentingan yang lebih besar dari masyarakat harus lebih diutamakan daripada kepentingan individu; (2) Menghindarkan kerugian menjadi tujuan utama syari’ah.
Dari aspek kebebasan individu, dan mengutamakan persaudraan Islam lebih dari yg lain sama sekali tidak mempengaruhi ikatan darah biarpun dgn kerabat non-Muslim. Nabi SAW menekankan pentingnya membangun persaudaraan Islam dalam batasan-batasan praktis dalam bentuk saling peduli dan tolong menolong.dalam batas-batas etika Islam, hanya dianggap sah selama tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang lebih besar, atau selama individu yang bersangkutan tidak melanggar hak-hak orang lain. slam bertujuan membentuk suatu tertib sosial dimana semua orang diikat dengan tali persaudaraan dan kasih sayang, seperti anggota-anggota satu keluarga yang diciptakan oleh Allah swt dari sepasang manusia. Persaudaraan ini adalah universal. tidak dibatasi oleh batas-batas geografis maupun demografis, tetapi meliputi seluruh umat manusia, bukan hanya satu kelompok keluarga, suku atau ras. Konsekuensi yang wajar dari konsep persaudaraan universal ini adalah kerjasama dan tolong menolong, khususnya diantara sesama kaum Muslimin, yang disamping dipersatukan satu sama lain oleh asal usul yang sama, juga lebih khusus lagi dipersatukan oleh ikatan persamaan ideologi, yang disifatkan Al-Qur’an sebagai “saudara-saudara seiman”, “yang saling berkasih sayang diantara mereka” .


Akar Teologis Keuangan Islam

1. Dalam ajaran Islam prinsip Tauhid merupakan hal yang paling asasi dan esensial. Ia tidak boleh sampai terlepas dalam jiwa keyakinan setiap insan muslim yang mengaku, bahwa Tidak ada Tuhan yang patut disembah, kecuali Allah semata dan Muhammad itu utusanNya. Prinsip Tauhid ini secara definitif telah dijabarkan oleh Allah dalam firmanNya: "Katakanlah, Dialah Allah, Tuhan Yang Maha Tunggal; Allah-lah tempat sekalian makhluk bergantung; Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, tidak ada siapapun yang sebanding denganNya. (Al-Ikhlas 1-4). Prinsip ini menuntut setiap muslim senantiasa sadar, bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini semata-mata hasil dari ciptaanNya. Kita semua adalah makhluknya yang serba lemah dengan segala sifat keterbatasannya. Dan semua ciptaanNya itu tidaklah sia-sia. Semuanya diperuntukkan demi kebahagiaan, kemakmuran dan kesejahteraan semua makhlukNya. Hanya manusialah makhluk yang diciptakanNya secara lebih paripurna dibanding yang lainnya. (At-Tin : 4). Konsep kesejahteraan sosial menitikberatkan pada bidang ekonomi dan bersifat sebagai bantuan sosial dan kemanusiaan. Karena itu konsep ini meletakkan dasar pemerataan dari segala sesuatu yang telah dikaruniakanNya kepada hambaNya. Seacara umum dijelaskan bahwa Islam tidak bertujuan merampas hak-hak pemeluknya untuk menikmati rejeki yang baik yang disediakan Allah untuknya. Karena menurut pandangan Islam kebajikan bukanlah terletak pada penolakan terhadap rejeki duniawi pemberian Tuhan, tetapi dengan cara menikmatinya menurut aturan “hidup yang saleh” dan dilakukan dalam rangka mewujudkan “kesalehan sosial”. Pertama, hemat dan sederhana. yang diorientasikan dengan menabung. Tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau respon dari prinsip ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang menyebutkan bahwa manusia haruslah hidup hemat dan tidak bermewah-mewah serta mereka (diri sendiri dan keturunannya) dianjurkan ada dalam kondisi yang tidak fakir. Jadi dapat dikatakan bahwa motifasi utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana dan keutamaan tidak fakir. Kedua, Budaya malu dan memupuk harga diri. Kedua nilai tersebut memperlihatkan konsep Islam atas upaya kerja dan berusaha. Karena itu diolahkah gerakan entrepreneurship melalui mekanisme Profit And Loss Sharing, seperti mudarabah dan musyarakah, serta memberikan pinjaman bebas bunga (al-qard al-hasan), khususnya kepada masyarakat kecil.
Disamping tujuan diatas yang setidaknya dapat memberikan gambaran bagi umat untuk mendiskusikannya, karena empat tujuan diatas belumlah mencakup seluruh tujuan ekonomi Islam. Salah satu yang paling menarik dan perlu diketahui dalam ekonomi Islam adalah Prinsip keseimbangan yang sangat indah , hal ini dapat kita lihat pada asas yang pertama : Islam melarang pemborosan dan dalam waktu yang sama melarang kebakhilan (QS: 25:67); kedua: Islam memerintahkan yang kaya tidak melupakan yang miskin (QS: 17:26 ; 6:141; 51:19 ; 9:60) dan dalam waktu yang sama melarang yang miskin untuk mempertahankan (status quo) kemiskinan mereka, Islam memerintahkan untuk berusaha melepaskan diri dari kemiskinannya; ketiga : Islam tidak melarang manusia untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin dan dalam waktu yang sama memerintahkan pula agar hartanya berfungsi sosial. Dengan komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan umat manusia dan keadilan ekonomi sosial, maka ketidak-adilan dalam hal pendapatan dan kekayaan tentu saja bertentangan dengan semangat Islam. Ketidak-adilan seperti itu hanya akan merusak rasa persaudaraan yang hendak diciptakan Islam. Disamping itu, karena seluruh sumber daya, menurut Qur’an adalah “amanat Allah kepada seluruh umat manusia”, maka tak dibenarkan sama sekali apabila sumberdaya-sumberdaya tersebut dikuasai oleh sekelompok kecil manusia saja (monopoli). Jadi, Islam menekankan distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, hingga setiap individu memperoleh jaminan serta tingkat hidup yang manusiawi dan terhormat, sesuai dengan harkat manusia yang inheren dalam ajaran-ajaran Islam, yaitu sebagai khalifah (wakil) Allah di muka bumi.
Akar teologis dalam redistribusi kemakmuran dalam keuangan Islam: ajaran-ajaran Islam mencakup pemberian bantuan bagi kaum penganggur dan pencari pekerjaan supaya mereka memperoleh pekerjaan yang baik, dan pemberian upah yang adil bagi mereka yang bekerja.Kedua, Islam menekankan pembayaran zakat untuk redistribusi pendapatan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin, yang -karena ketidakmampuan atau rintangan-rintangan pribadi (kondisi-kondisi fisik atau mental yang bersifat eksternal, misalnya ketiadaan kesempatan kerja)- tidak mampu mencapai tingkat hidup yang terhormat dengan usaha sendiri. Hal ini dimaksudkan agar “kekayaan tidak hanya beredar di kalangan orang-orang kaya diantaramu saja”. Ketiga, konsep keadilan Islam dalam distribusi pendapatan dan kekayaan dan konsepsinya tentang keadilan ekonomi ini tidaklah berarti menuntut bahwa semua orang harus menerima upah yang sama, tanpa memandang kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentolerir ketidak-samaan pendapatan sampai tingkat tertentu, karena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan pelayanannya kepada masyarakat. Karena itu, keadilan distributif dalam masyarakat Islam, setelah memberi jaminan tingkat hidup yang manusiawi kepada seluruh warganya melalui pelembagaan zakat, mengijinkan perbedaan pendapatan yang sesuai dengan perbedaan nilai kontribusi atau pelayanan yang diberikan, masing-masing orang menerima pendapatan yang sepadan dengan nilai sosial dari pelayanan yang diberikannya kepada masyarakat.
Disamping tujuan diatas yang setidaknya dapat memberikan gambaran bagi umat untuk mendiskusikannya, karena empat tujuan diatas belumlah mencakup seluruh tujuan ekonomi Islam. Salah satu yang paling menarik dan perlu diketahui dalam ekonomi Islam adalah Prinsip keseimbangan yang sangat indah , hal ini dapat kita lihat pada asas yang pertama : Islam melarang pemborosan dan dalam waktu yang sama melarang kebakhilan; kedua: Islam memerintahkan yang kaya tidak melupakan yang miskin dan dalam waktu yang sama melarang yang miskin untuk mempertahankan (status quo) kemiskinan mereka, Islam memerintahkan untuk berusaha melepaskan diri dari kemiskinannya; ketiga : Islam tidak melarang manusia untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin dan dalam waktu yang sama memerintahkan pula agar hartanya berfungsi sosial.
Selanjutnya, peran utama dari sistem keuangan adalah untuk menciptakan insentif untuk alokasi yang efisien atas keuangan dan sumber daya nyata untuk tujuan kompetisi dan tujuan menembus ruang dan waktu. Sistem keuangan yang berfungsi dengan baik, menaikkan investasi dengan mengidentifiasi dan mendanai kesempatan usaha yang baik, memobilisasi tabungan, memantau kinerja manajer, memberikan kesempatan atas perdagangan, mencegah dan mendiversifikasi resiko, dan memfasilitasi pertukaran barang dan jasa. Fungsi-fungsi ini menentukan pada alokasi sumber daya yang efisien, akumulasi modal fisik dan manusia yang cepat, dan kemajuan teknologi yang lebih cepat, yang akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi, sehingga kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh (full employment) dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosioekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi hasil) kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga dari fungsi tersebut dapat disimpulkan, bahwa menurut perspektif Islam, tujuan perbankan dan keuangan Islam adalah : (1) penghapusan bunga dari semua transaksi keuangan dan pembaharuan semua aktivitas keuangan dan perbankan agar sesuai dengan prinsip Islam; (2) pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar, dan; (3) promosi pembangunan ekonomi.
Secara umum, Negara-negara non muslim terbagi dua dalam memberikan penilaian akar budaya dan teologis dalam konsep keuangan Islam tersebut, Pertama, tetap tidak percaya, disebabkan Islamphobia dan dianggap “teror pembiayaan”. The Center for Security Policy menerbitkan sebuah laporan berjudul “Syariah: Ancaman bagi Amerika”, mengatakan bahwa praktik-praktik mempromosikan syariah adalah “tidak sesuai dengan konstitusi” dan harus dilarang, hingga menyerukan hukum federal untuk memastikan bahwa Syariah – termasuk di dalamnya pembiayaan syariah – tidak diakui oleh pengadilan AS. Sehingga di negara-negara non muslim syari’ah sebagai sistem keuangan alternatif belum diaplikasikan.
Kedua, menerima sambil terus mengkaji sebagai sisstem keuangan alternatif. Hal tersebut terwujud dengan adanya kesadaran bahwa eksploitasi kapitalis terlalu bebas yang menghancurkan sendi-sendi ekonomi global. Tak kurang IMF juga telah melakukan kajian¬kajian atas praktek perbankan Islam scbagai alternatif sistem keuangan internasional yang memberikan peluang upaya penyempurnaan sistem keuangan internasional yang belakangan dirasakan banyak sekali mengalami goncangan dan ketidakstabilan yang menyebabkan krisis dan keterpurukan ekonomi akibat lebih dominannya sektor finansial dibanding sektor riil dalam hubungan perekonomian dunia. Indikator penerimaan dapat dilihat di London Bank Islam Inggris — menurut angka pemerintah — kini memiliki nilai aset tertinggi pada angka di lebih dari 8 miliar pound (13 miliar dolar AS), mengalahkan aset bank-bank syariah di negara-negara mayoritas penduduknya Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar